SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI EARLY RIDHO KISMAWADI & SEMOGA BERMANFAAT, Jangan Lupa Tinggalkan Commentnya

Sabtu, 21 November 2009

Landasan Instrumental Ekonomi Islam

Kewajiban Zakat, merupakan bentuk ibadah mahdhoh sebagai bagian dari kesempurnaan rukum Islam yang berimplikasi sosial. Ketaatan seorang muslim tidak hanya menyangkut ibadah yang dimensi vertikal tapi juga harus diikuti dengan ibadah yang berdimensi horizontal dan inilah makna Islam sebagai agama yang membawa kedamaian bagi seluruh alam (rahmatal lil ‘aalamien). Kesediaan seorang muslim untuk menyisihkan sebagian dari hartanya untuk zakat, infak dan shodaqoh merupakan indikator keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Perintah untuk berinfak dan berzakat tersebut dalam Al-Qur’an :


103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Attaubah 103)

Maksud dari kata ‘membersihkan’ dari ayat ini bahwa zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Sedangkan maksud kata ‘mensucikan’ dalam ayat ini bahwa zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Larangan Riba, hal ini untuk menghindari eksploitasi antara satu kelompok terhadap kelompok lainnya dalam suatu aktivitas ekonomi yang dapat menimbulkan distorsi dalam perekonomian. Secara mikroekonomi praktek riba menimbulkan inefisiensi dalam alokasi sumber daya ekonomi sehingga mengganggu produktivitas ekonomi. Sedangkan secara makroekonomi praktek riba menyebabkan ketidakseimbangan makroekonomi sehingga mendorong perekonomian ke jurang resesi ekonomi. Keadaan ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban antara pemilik modal dengan para pekerja. Kecenderungan pemilik modal berusaha mendapatkan keuntungan yang berlipat dari modal yang ditanamkan tanpa menghadapi resiko usaha yang mungkin timbul sehingga dengan kepemilikan modalnya akan mengeksploitasi untuk memberikan keuntungan yang besar. Sedangkan pekerja dengan posisinya yang lemah akan menjadi korban dalam sistem ekonomi kapitalis yang menerapkan prinsip ekonomi ribawi. Secara akumulatif kaum pekerja (proletar) dalam jumlah yang masal akan melakukan perlawanan secara fisik dan ekonomi melalui revolusi social untuk merebut sumber-sumber dan alat-alat ekonomi yang dikuasai kelompok kapitalis (borjuis) dan akhirnya akan melahirkan masyarakat sosialis tanpa kelas (komunis). Itulah gambaran yang dikemukakan secara singkat oleh Karl Marx dalam bukunya das Kapital yang mengkritisi system dan praktek ekonomi kapitalis yang berkembang melalui praktek ribawi. Islam tidak menghendaki adanya ketidakadilan dalam setiap aktivitas ekonomi yang akan berakibat pada ketidakharmonisan dalam hubungan atau relasi antar individu dan kelompok dalam masyarakat. Islam mendorong semangat kerjasama saling menguntungkan dan saling tolong menolong antar sesama individu sehingga tercipta masyarakat yang hidup dalam keharmonisan yang dibangun dari interaksi antar individu yang saling mendukung satu sama lain. Larangan riba secara tegas diungkapkan Allah SWT dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an :

130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Ali Imron : 130)

Dalam ayat tersebut yang dimaksud riba ialah riba nasi'ah dan menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini adalah riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah dan juga banyak dijumpai dalam praktek perbankan konvensional.
Kerjasama Ekonomi, manusia dilahirkan berasal dari satu keturunan yaitu merupakan anak cucu dari Nabi Adam AS sehingga dengan kesadaran seperti itu harus melahirkan suatu semangat persaudaraan dan kerjasama antar umat manusia dengan dilandasi keimanan kepada Allah SWT sebagai pencipta seluruh umat manusia di bumi ini. Kerjasama ekonomi merupakan wujud dari kesadaran bahwa manusia secara fitroh adalah makhluk sosial yang eksistensinya sangat ditentukan interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Tidak bisa dibayangkan bagamana kehidupan seseorang yang tercerabut dari akar sosial dimana dia berada, bisa dipastikan bahwa akan menghadapi banyak kesulitan karena kehidupan seseorang tidak bisa dilepaskan dari campur tangan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan, pakaian, perumahan, transportasi dsb. Islam sangat menganjurkan agar seorang muslim selalu menjaga keharmonisan hubungan dengan orang lain dan mendorong semangat kerjasama dalam kebaikan bagi kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat. Sengketa antar individu dan kelompok justru menjerumuskan manusia dalam jurang kesengsaraan hidup yang tidak akan pernah selesai kecuali kembali merajut tali kerjasama saling tolong menolong antar individu dan kelompok dalam masyarakat sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an

28. Patutkah kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? patutkah (pula) kami menganggap orang- orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat ma'siat? (QS Shaad : 28)

Jaminan Sosial, Islam sangat menghormati harkat dan martabat seorang manusia karena syariat Islam diturunkan untuk memberikan jaminan keselamatan atas kehormatan, kehidupan, kekayaan manusia. Dalam konteks kehidupan sosial Islam mensyaratkan adanya jaminan sosial pada setiap individu dalam masyarakat. Peranan negara melalui baitul maal berfungsi untuk memberikan perlindungan dan kepastian bagian kebutuhan hidup semua lapisan masyarakat sehingga ada alokasi anggaran yang digunakan untuk kepentingan masyarakat miskin, bantuan bencana alam, jaminan bagi manula dan kepentingan sosial lain yang bersifat darurat dan mendesak. Dalam konteks kehidupan masyarakat Islam juga telah menggariskan tentang mekanisme jaminan sosial dalam suatu keluarga melalui syariat harta waris agar tercipta jaminan kelangsungan hidup bagi suatu generasi.
Peranan Negara, aturan Islam menyangkut kehidupan baik dalam skala individu maupun sosial untuk terciptanya keseimbangan hidup manusia. Negara berperanan untuk menjadi regulator agar aktivitas ekonomi berjalan secara benar dan mencegah terjadinya eksploitasi antar kelompok dalam masyarakat. Negara berperan agar penggunaan dan alokasi sumber daya ekonomi dilakukan secara efisien dan berorientasi kepada kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat dan sekaligus untuk mencegah terjadinya konsentrasi dan monopoli kekayaan pada satu kelompok dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar