SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI EARLY RIDHO KISMAWADI & SEMOGA BERMANFAAT, Jangan Lupa Tinggalkan Commentnya

Rabu, 06 Januari 2016

AKUNTANSI SYARIAH DAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH



Kerangka Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)
Tujuan Kerangka Dasar
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sector public maupun sector swasta. Tujuan Kerangka Dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :
1.      Penyusun standar akuntansi syariah, dalam pelaksanaan tugasnya.
2.      Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
3.      Auditor, dalam mem berikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusum sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum
4.      Para pemakai laporan keuangan, Dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah
Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi syariah didasarkan pada paradigm dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh tuhan sebagai amanah dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual. Substansinya adalah bahwa setiap aktivitas manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang  menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Dengan cara ini akan terbentuk karakter tata kelolah yang baik (good governance).

Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip :
1.      Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain.
2.      Keadilan (‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai pada posisinya.
3.      Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
4.      Keseimbangan ( tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek privat dan public, antara sector keuangan dan rill, antara bisnis dan social, serta antara aspek pemanfaatan serta pelestarian.
Karakteristik Transaksi Syariah
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigm dan asas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain :
1.      Transaksi hanya dilakukan dengan prinsip saling paham dan saling rida
2.      Prinsip kebebasn bentransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
3.      Uang hanya sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai , bukan sebagai komoditas
4.      Tidak mengandung unsure riba, kezaliman, gharar, haram.
5.      tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money).
6.      Transaksi yang dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta keuntunga n untuk semua pihak
7.      Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan dan rekayasa penawaran
8.      Tidak mengandung unsure kolusi dengan suap – menyuap.
Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan utama laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi, menyangkut posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai  dalam pengambilan keputusan ekonomi, tujan lainnya adalah :
1.      Meningkatkan kepatuhan terhadap prisip syariah
2.      Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah
3.      Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak.
4.      Informasi tentang tingkat keuntungan  investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer ; dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi social entitas syariah termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas :
1.      Posisi keuangan entitas syariah disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan informasi tentang sumberdaya yang dikendalikan, stuktur keuangan, likuiditas dan solvabilita serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan ini berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan dimasa yang akan dating.
2.      Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang munkin dikendalikan di masa depan
3.      Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan devinisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, asset likuit atau kas
4.      Informasi lain seperti, laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi social entitas syariah.
5.      Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relefan termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi entitas.
Asumsi Dasar
Dasar akrual
Laporan keuangan disajikan atas dasar actual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan peristiwa yang alain diakui pada saat kejadian dan diungkapkan dalam cacatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.
Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang merepsesentasikan kas yang akan diterima di masa depan
Namun dalam penghitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil usaha menggunakan dasar kas. Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah yang akan melanjutkan usahanya dimasa depan. Oleh karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya.

Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteris kualitatif merupakan cirri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai terdapat. Empat Karakteris kualitatif pokok yaitu :

1.    Dapat dipahami
Kualitas penting informasiyang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai.
2.    Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk ,memenuhi kebutuhan  pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi di masa lalu.
3.    Keandalan
Andal diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajiakan.
4.    Dapat dibandingkan
Pemakai harus membandingkan laporan keuangan entitas syariah antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan. Agar dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan kuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahn kebijakan serta pengaruh perubahantersebut juga harus diungkapkan termasuk ketaatan atas standar akuntansi yang berlaku.
Akuntansi dan Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) adalah organisai internasional Islam non-badan hukum nirlaba yang menyiapkan standar akuntansi, audit, pemerintahan, etika dan standar Syariat Islam lembaga keuangan dan industri. Program kualifikasi profesional (terutama CIPA, Penasihat syariat dan Auditor "CSAA", dan program kepatuhan perusahaan) yang disajika oleh AAOIFI dalam upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia industri dasar dan struktur pemerintahan.
AAOIFI didirikan sesuai dengan Perjanjian Asosiasi yang ditandatangani oleh lembaga-lembaga keuangan Islam pada 1 Safar, 1410H berkorespondensi dengan 26 Februari 1990 di Aljazair. Kemudian terdaftar pada tanggal 27 Maret 1991 di Negara Bagian Bahrain.

Tujuan dari AAOIFI adalah:
1.      Untuk mengembangkan pemikiran akuntansi dan audit yang relevan dengan lembaga-lembaga keuangan Islam.
2.      Untuk menyebarluaskan pikiran akuntansi dan audit yang relevan dengan lembaga-lembaga keuangan Islam dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan surat kabar berkala, melaksanakan penelitian dan sarana lainnya;
3.      Untuk menyiapkan, menyebarkan dan menafsirkan standar akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan Islam.
4.      Untuk meninjau dan mengubah standar akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan Islam.
 AAOIFI telah berhasil menyusun beberapa hal, yakni :
1.      Tujuan dan konsep akuntansi keuangan untuk lembaga keuangan
2.      Standar akuntansi untuk lembaga keuangan khususnya bank
3.      Tujuan dan standar auditing untuk lembaga keuangan
4.      Kode etik untuk akuntan dan auditor lembaga keuangan
Adalah suatu badan otonon islam internasional nirlaba yang menyediakan standard accounting , auditing , governance serta syariah bagi lembaga keuangan islam. AAOIFI dibentuk berdasarkan kesepakatan yang ditanda tangani oleh lembaga-lembaga keuangan islam (Islamic financial institution) pada 1 Safar 1410 H (26 Februari 1990) di Aljazair dan terdaftar pada Negara Bahrain tanggal 11 Ramadhan 1411 H (27 Maret 1991). Lembaga ini bertanggung jawab untuk menyusun dan menerbitkan standar internasional, AAOIFI telah menerbitkan 68 standar yang terdiri dari: 25 standar akuntansi, 5 standar auditing, 5 standar governance (termasuk supervisi syariah), 2 kode etik dan 30 standar syariah (aturan  pengaplikasian syariah. AAOIFI juga mengembangkan standar baru dan mereview standar yang ada. Mengembangkan accounting, auditing, governance serta etika yang  berkaitan dengan kegiatan lembaga keuangan islam dengan mempertimbangkan  praktik dan standar internasional yang sesuai dengan hukum-hukum syariah
1.      Menyebarluaskan accounting, auditing, governance serta etika yang  berkaitan dengan kegiatan lembaga keuangan islam serta praktik-praktiknya melalui pelatihan/seminar, publikasi berkala, penyiapan laporan serta sarana lainnya.
2.      Harmonisasi kebijakan accounting dan prosedur yang diadopsi oleh lembaga-lembaga keuangan islam melalui penyiapan dan penerbitan standard yang diinterprestasikan secara sama oleh lembaga-lembaga tersebut
3.      Meningkatkan kualitas dan uniformitas terhadap praktik-praktik auditing dan governance berkaitan denga kegiatan lembaga keuangan islam melalui  penyiapan dan penerbitan standard auditing dan governance yang diiterprestasikan secara sama oleh lembaga lembaga tersebut.  Meningkatkan praktik-praktik etika yang baik terkait dengan lembaga-le mbaga keuangan islam melalui penyiapan dan penerbitan code of ethic bagi institusi -institusi tersebut.
4.      Mengusahakan kesamaan dan kesesuaian - sejauh mungkin- terhadap konsep dan aplikasi diantara badan badan “Supervisor Syariah” pada lembaga keuangan syariah untuk menghindari kontradiksi dan inkonsistensi antara fatwa dan pelaksanaan oleh lembaga-lembaga dengan suatu harapan agar  badan badan “Supervisor Syariah” dari lembaga –  lembaga keuangan syariah serta sentral bank lebih berperan aktif melalui penyiapan , penerbitan dan interprestasi terhadap standard-standard serta hukum-hukum syariah untuk investasi (investment) , pembiayaan (financing) serta asuransi.
5.      Melakukan pendekatan kepada badan-badan pembuat kebijakan/keputusan , lembaga-lembaga keuangan islam, serta lembaga keuangan lainnya yang menawarkan jasa-jasa keuangan islam, firma-firma accounting dan auditing untuk mengimplementasikan standar sesuai denga pedoman dan standar yang diterbitkan oleh AAOIFI
Perkembangan Standar Akuntansi Syariah
Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.

Akuntansi Syariah, AAOIFI dan IFRS
Perbedaan pendapat tentang bagaimana untuk memperhitungkan transaksi keuangan akuntansi syariah dan pro kontra standarisasi akuntansi syariah yang muncul akibat konvergensi IFRS merupakan sebuah pembelajaran yang penting dalam pengembangan teori akuntansi syariah yang ada saat ini, terutama di Indonesia. Penyatuan dua prinsip yang berbeda tidak akan menyelesaikan masalah di antara kedua teori akuntansi yang berbeda, maka penyesuaian merupakan salah satu strategi untuk menghadapi konvergensi IFRS di Indonesia ini. Apabila memang sebuah konsep tidak sesuai dengan IFRS sebaiknya jangan dipaksakan untuk digunakan dan apabila dapat digunakan maka pergunakanlah sebaik mungkin. Tantangan untuk para pembuat standar dan pihak yang berkepentingan adalah untuk meningkatkan komparabilitas lintas batas transaksi keuangan syariah, sementara memperhatikan sensitivitas agama dan bukannya memaksakan standar IFRS yang ada untuk digunakan. Meskipun IFRS merupakan standar yang diterima secara internasional, namun adanya kenyataan bahwa terdapat beberapa prinsip IFRS yang tak dapat diaplikasikan dengan interpretasi syariah, serta bahwa kerangka kerja pelaporan keuangan yang terpisah untuk transaksi keuangan syariah dibenarkan untuk dilakukan.
Isu-isu penting yang telah dibahas di atas menunjukkan bahwa prinsip akuntansi syariah dan akuntansi konvensional berbeda. IFRS yang merupakan standar internasional yang mengacu pada akuntansi konvensional nampaknya ada beberapa bagian yang tidak cocok dengan prinsip akuntansi syariah ini.
Menurut Muhamad (2005) pada tataran praktis akuntansi syariah adalah akuntansi yang berorientasi sosial dan pertanggungjawaban, sebab akuntansi syariah dapat menyajikan atau mengungkap dampak sosial perusahaan terhadap masyarakat dan sekaligus menyajikan laporan pertanggungjawaban yang bersifat humanis, emansipatoris, transendental dan teologikal. Oleh karena itu, konsep dasar akuntansi syariah adalah bersifat zakat dan amanah. Akuntansi syariah adalah ilmu dan teknologi universal yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya, baik sosial, ekonomi, politik, peraturan perundangan, kultur, persepsi dan nilai (masyarakat) tempat akuntansi syariah diterapkan.
Akuntansi syariah adalah akuntansi yang dikembangkan bukan hanya dengan cara tambal sulam terhadap akuntansi konvensional, akan tetapi, merupakan pengembangan filosofis terhadap nilai-nilai Islam yang diturunkan ke dalam pemikiran teoritis dan teknis akuntansi. Berdasarkan hasil tersebut maka bisa dikatakan bahwa konvergensi IFRS terhadap standar akuntansi syariah yang dilakukan di Indonesia tidak akan bisa sempurna seratus persen. AAOIF dalam hal ini telah memformulasikan alternatif standar akuntansi syariah ini berkaitan dengan konvergensi IFRS ini. AAOIFI dalam formulasinya menyatakan bahwa ketika IFRS tidak bisa diadopsi secara keseluruhan oleh IFI, ketika IASB tidak memiliki IFRS untuk menutupi praktek perbankan syariah dan praktek keuangan syariah, dan ketika IFRS tidak dapat diadopsi maka AAOIFI tidak akan mengembangkan standar atau berkembang dan mengadopsi IFRS. Menurut Khairul Nizam, direktur pengembangan teknis di AAOIFI (dalam Ibrahim, 2009) bahwa kesenjangan dan perbedaan ada dan akan terus ada di antara kedua standar, karena kesenjangan dan perbedaan adalah hasil alami dari struktural tujuan yang berbeda dari IASB dan AAOIFI. IAI sendiri dalam hal ini juga mengacu pada AAOIFI dalam menanggapi permasalahan konvergensi IFRS ini. IFRS yang ada tidak bisa dipaksakan untuk akuntansi syariah yang memiliki prinsip yang berbeda, seperti yang dikatakan oleh Ibrahim (2009) dalam pendahuluan papernya yaitu “one size doesn’t fit all!”



Teruskan Baca......

Sabtu, 31 Oktober 2015

Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI


Dewan Syariah Nasional

Dewan Syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin ke-Islaman keuangan syariah di seluruh dunia. Di Indonesia, peran ini dijalankan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1998 dan dikukuhkan oleh SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999.

Tugas dan Wewenang

Tugas :
  1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksa dana.
  2. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
Wewenang :
  1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
  2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan dan BI.
  3. Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
  4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam dan luar negeri.
  5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
  6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
Mekanisme Kerja
  1. DSN mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN
  2. DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan.
  3. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.

Dewan Pengawas Syariah

Berdasarkan Surat Keputusan DSN No. 3 tahun 2000, dijelaskan bahwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah bagian dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang bersangkutan, dimana penempatannya atas persetujuan DSN.

Fungsi DPS
  1. Melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada di bawah pengawasannya
  2. Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN
  3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran.
  4. Merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.
Struktur DPS
  1. Kedudukan DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.
  2. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.
  3. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan ke-Islaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
  4. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut..
  5. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah

Keanggotaan DPS
  1. Setiap LKS harus memiliki setidaknya tiga orang anggota DPS.
  2. Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua
  3. Masa tugas keanggotaan DPS adalah 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh LKS yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN.
Mekanisme Kerja
  1. DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
  2. DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
  3. DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
  4. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.

16/DSN-MUI/IX/2000 Diskon dalam Murabahah
15/DSN-MUI/IX/2000 Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari'ah
14/DSN-MUI/IX/2000 Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari'ah
13/DSN-MUI/IX/2000 Uang Muka dalam Murabahah
12/DSN-MUI/VI/2000 Hawalah
11/DSN-MUI/VI/2000 Kafalah
10/DSN-MUI/IV/2000 Wakalah
09/DSN-MUI/VI/2000 Pembiayaan Ijarah
08/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Musyarakah
07/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
06/DSN-MUI/VI/2000 Jual Beli Istishna'
05/DSN-MUI/IV/2000 Jual Beli Salam
04/DSN-MUI/IV/2000 Murabahah
03/DSN-MUI/IV/2000 Deposito
02/DSN-MUI/IV/2000 Tabungan
01/DSN-MUI/IV/2000 Giro 
36/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia
35/DSN-MUI/IX/2002 Letter of Credit (L/C) Ekspor Syari’ah
34/DSN-MUI/IX/2002 Letter of Credit (L/C) Impor Syari’ah
33/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syari’ah Mudharabah
32/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syari’ah
31/DSN-MUI/VI/2002 Pengalihan Utang
30/DSN-MUI/VI/2002 Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah
29/DSN-MUI/VI/2002 Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syari’ah
28/DSN-MUI/III/2002 Jual Beli Mata Uang (al-Sharf)
27/DSN-MUI/III/2002 Al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
26/DSN-MUI/III/2002 Rahn Emas
25/DSN-MUI/III/2002 Rahn
24/DSN-MUI/III/2002 Safe Deposit Box
23/DSN-MUI/III/2002 Potongan Pelunasan dalam Murabahah
22/DSN-MUI/III/2002 Jual Beli Istishna' Paralel
21/DSN-MUI/X/2001 Pedoman Umum Asuransi Syari’ah
20/DSN-MUI/IV/2001 Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syari'ah
19/DSN-MUI/IV/2001 Al-Qardh
18/DSN-MUI/IX/2000 Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam Lembaga Keuangan Syari'ah
17/DSN-MUI/IX/2000 Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran
56/DSN-MUI/V/2007 Ketentuan Review Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah
55/DSN-MUI/V/2007 Pembiayaan Rekening Koran Syariah Musyarakah
54/DSN-MUI/X/2006 Syariah Card
53/DSN-MUI/III/2006 Akad Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah
52/DSN-MUI/III/2006 Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syari’ah dan Reasuransi Syari’ah
51/DSN-MUI/III/2006 Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah
50/DSN-MUI/III/2006 Akad Mudharabah Musytarakah
49/DSN-MUI/II/2005 Konversi Akad Murabahah
48/DSN-MUI/II/2005 Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah
47/DSN-MUI/II/2005 Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar
46/DSN-MUI/II/2000 Potongan Tagihan Murabahah (Khashm fi al-Murabahah)
45/DSN-MUI/II/2005 Line facility (at-Tas-hilat as-Saqfiyah)
44/DSN-MUI/VIII/2004 Pembiayaan Multijasa
43/DSN-MUI/VIII/2004 Ganti Rugi (Ta’widh)
42/DSN-MUI/V/2004 Syari'ah Charge Card
41/DSN-MUI/III/2004 Obligasi Syari'ah Ijarah
40/DSN-MUI/X/2003 Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
39/DSN-MUI/X/2002 Asuransi Haji
38/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)
37/DSN-MUI/X/2002 Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syari’ah

76/DSN-MUI/VI/2010 SBSN Ijarah Asset to be Leased
75/DSN-MUI/VII/2009 Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS)
74/DSN-MUI/I/2009 Penjaminan Syariah
73/DSN-MUI/XI/2008 Musyarakah Mutanaqishah
72/DSN-MUI/VI/2008 Surat Berharga Syariah Negara
Ijarah Sale and Lease Back
71/DSN-MUI/VI/2008 Sale and Lease Back
70/DSN-MUI/VI/2008 Metode Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
69/DSN-MUI/VI/2008 Surat Berharga Syariah Negara
68/DSN-MUI/III/2008 Rahn Tasjily
67/DSN-MUI/III/2008 Anjak Piutang Syariah
66/DSN-MUI/III/2008 Waran Syariah
65/DSN-MUI/III/2008 Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah
64/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah (SBIS Ju’alah)
63/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah
62/DSN-MUI/XII/2007 Akad Ju’alah
61/DSN-MUI/V/2007 Penyelesaian Utang dalam Impor
60/DSN-MUI/I/2007 Penyelesaian Piutang dalam Ekspor
59/DSN-MUI/V/2007 Obligasi Syariah Mudharabah Konversi
58/DSN-MUI/V/2007 Hawalah bil Ujrah
57/DSN-MUI/V/2007 Letter of Credit (L/C) dengan Akad Kafalah bil Ujrah


96/DSN-MUI/IV/2015 Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth al-Islami / Islamic Hedging) atas Nilai Tukar
95/DSN-MUI/VII/2014 Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Wakalah
94/DSN-MUI/IV/2014 Repo Surat Berharga Syariah (SBS) Berdasarkan Prinsip Syariah
93/DSN-MUI/IV/2014 Keperantaraan (Wasathah) dalam Bisnis Properti
92/DSN-MUI/IV/2014 Pembiayaan yang Disertai Rahn (al-Tamwil al-Mautsuq bi al-Rahn)
91/DSN-MUI/IV/2014 Pembiayaan Sindikasi (al-Tamwil al-Mashrifi al-Mujamma‘)
90/DSN-MUI/XII/2013 Pengalihan Pembiayaan Murabahah Antar Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
89/DSN-MUI/XII/2013 Pembiayaan Ulang (Refinancing) Syariah
88/DSN-MUI/XI/2013 Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah
87/DSN-MUI/XII/2012 Metode Perataan Penghasilan (Income Smoothing) Dana Pihak Ketiga
86/DSN-MUI/XII/2012 Hadiah dalam Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah
85/DSN-MUI/XII/2012 Janji (Wa’d) dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah
84/DSN-MUI/XII/2012 Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah
83/DSN-MUI/VI/2012 Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah
82/DSN-MUI/VIII/2011 Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi
81/DSN-MUI/III/2011 Pengembalian Dana Tabarru’ bagi Peserta Asuransi yang Berhenti Sebelum Masa Perjanjian Berakhir
80/DSN-MUI/III/2011 Penerapan Prinsip Syariah
dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas
di Pasar Reguler Bursa Efek
79/DSN-MUI/III/2011 Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah
78/DSN-MUI/IX/2010 Mekanisme dan Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
77/DSN-MUI/VI/2010 Jual-Beli Emas secara Tidak Tunai

Teruskan Baca......