SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI EARLY RIDHO KISMAWADI & SEMOGA BERMANFAAT, Jangan Lupa Tinggalkan Commentnya

Selasa, 29 Desember 2009

FISKAL & MONETER : Investasi Kartu Kredit "Chip" 7 Juta Dollar AS

FISKAL & MONETER : Investasi Kartu Kredit "Chip" 7 Juta Dollar AS: "Rata-rata 7 juta dollar AS digelontorkan oleh perbankan penerbit kartu kredit di Indonesia untuk investasi migrasi kartu kredit teknologi chip."

Teruskan Baca......

HEALTHY FOOD : Sayuran Berdaun Hijau Juga Melindungi Mata

HEALTHY FOOD : Sayuran Berdaun Hijau Juga Melindungi Mata: "Ternyata bukan hanya wortel yang berkhasiat meningkatkan fungsi visual. Sayuran berdaun hijau dan buah-buahan berwarna juga memiliki khasiat sama."

Teruskan Baca......

ALTERNATIF : Cegah Kanker dengan Sayur

ALTERNATIF : Cegah Kanker dengan Sayur: "Menurut metode ala timur, dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, kita bisa melawan sel-sel kanker yang menyerang."

Teruskan Baca......

Sabtu, 05 Desember 2009

Syirik yang Sering Diucapkan

Kaum muslimin yang semoga selalu mendapatkan taufiq Allah Ta’ala. Kita semua telah mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb (Tuhan) alam semesta, Yang menciptakan kita dan orang-orang sebelum kita, Yang menjadikan bumi sebagai hamparan untuk kita mencari nafkah, dan Yang menurunkan hujan untuk menyuburkan tanaman sebagai rizki bagi kita. Setelah kita mengetahui demikian, hendaklah kita hanya beribadah kepada Allah semata dan tidak menjadikan bagi-Nya tandingan/sekutu dalam beribadah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah [2]: 22)
Lebih samar dari jejak semut di atas batu hitam di tengah kegelapan malam

Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma –yang sangat luas dan mendalam ilmunya- menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan,”Yang dimaksud membuat sekutu bagi Allah (dalam ayat di atas, pen) adalah berbuat syirik. Syirik adalah suatu perbuatan dosa yang lebih sulit (sangat samar) untuk dikenali daripada jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam.”

Kemudian Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mencontohkan perbuatan syirik yang samar tersebut seperti, ‘Demi Allah dan demi hidupmu wahai fulan’, ‘Demi hidupku’ atau ‘Kalau bukan karena anjing kecil orang ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu’ atau ‘Kalau bukan karena angsa yang ada di rumah ini tentu datanglah pencuri-pencuri itu’, dan ucapan seseorang kepada kawannya ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’, juga ucapan seseorang ‘Kalau bukan karena Allah dan karena fulan’.

Akhirnya beliau radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, ”Janganlah engkau menjadikan si fulan (sebagai sekutu bagi Allah, pen) dalam ucapan-ucapan tersebut. Semua ucapan ini adalah perbuatan SYIRIK.” (HR. Ibnu Abi Hatim) (Lihat Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad At Tamimi)

Itulah syirik. Ada sebagian yang telah diketahui dengan jelas seperti menyembelih, bernadzar, berdo’a, meminta dihilangkan musibah (istighotsah) kepada selain Allah. Dan terdapat pula bentuk syirik (seperti dikatakan Ibnu Abbas di atas) yang sangat sulit dikenali (sangat samar).

Syirik seperti ini ada 2 macam.

Pertama, syirik dalam niat dan tujuan. Ini termasuk perbuatan yang samar karena niat terdapat dalam hati dan yang mengetahuinya hanya Allah Ta’ala. Seperti seseorang yang shalat dalam keadaan ingin dilihat (riya’) atau didengar (sum’ah) orang lain. Tidak ada yang mengetahui perbuatan seperti ini kecuali Allah Ta’ala.

Kedua, syirik yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Syirik seperti ini adalah seperti syirik dalam ucapan (selain perkara i’tiqod/keyakinan). Syirik semacam inilah yang akan dibahas pada kesempatan kali ini. Karena kesamarannya lebih dari jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam. Oleh karena itu, sedikit sekali yang mengetahui syirik seperti ini secara jelas. (Lihat I’anatul Mustafid bisyarh Kitabut Tauhid, hal. 158, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan)

Berikut ini akan disebutkan beberapa contoh syirik yang masih samar, dianggap remeh, dan sering diucapkan dengan lisan oleh manusia saat ini.

Mencela Makhluk yang Tidak Dapat Berbuat Apa-apa

Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh kebanyakan manusia saat ini –barangkali juga kita-. Lidah ini begitu mudahnya mencela makhluk yang tidak mampu berbuat sedikit pun, seperti di antara kita sering mencela waktu, angin, atau pun hujan. Misalnya dengan mengatakan, ‘Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini adalah bulan Suro’ atau mengatakan ‘Sialan! Gara-gara angin ribut ini, kita gagal panen’ atau dengan mengatakan pula, ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’.
Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti itu. Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Allah. Mencaci mereka pada dasarnya telah mencaci, mengganggu dan menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu Allah Ta’ala.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Allah Ta'ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.’ ” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)

Dari dalil-dalil ini terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu), angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah terlarang. Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini termasuk keharaman, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan,’Hari ini sangat panas sekali, sehingga kita menjadi capek’-, tanpa tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.

Bersumpah dengan menyebut Nama selain Allah

Bersumpah dengan nama selain Allah juga sering diucapkan oleh orang-orang saat ini, seperti ucapan, ‘Demi Nyi Roro Kidul’ atau ‘Aku bersumpah dengan nama ...’. Semua perkataan seperti ini diharamkan bahkan termasuk syirik. Karena hal tersebut menunjukkan bahwa dalam hatinya mengagungkan selain Allah kemudian digunakan untuk bersumpah. Padahal pengagungan seperti ini hanya boleh diperuntukkan kepada Allah Ta’ala semata. Barangsiapa mengagungkan selain Allah Ta’ala dengan suatu pengagungan yang hanya layak diperuntukkan kepada Allah Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam). Namun, apabila orang yang bersumpah tersebut tidak meyakini keagungan sesuatu yang dijadikan sumpahnya tersebut sebagaimana keagungan Allah Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik ashgor (syirik kecil yang lebih besar dari dosa besar).

Berhati-hatilah dengan bersumpah seperti ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya,”Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kekafiran atau kesyirikan.” (HR. Tirmidzi dan Hakim dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jaami’)

Menyandarkan nikmat kepada selain Allah

Perbuatan ini juga dianggap sepele oleh kebanyakan orang saat ini. Padahal menyandarkan nikmat kepada selain Allah termasuk syirik dan kekufuran kepada-Nya. Allah Ta’ala mengatakan tentang orang yang mengingkari nikmat Allah dalam firman-Nya yang artinya,”Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (An Nahl: 83)

Menurut salah satu penafsiran ayat ini : ‘Mereka mengenal berbagai nikmat Allah (yaitu semua nikmat yang disebutkan dalam surat An Nahl) dengan hati mereka, namun lisan mereka menyandarkan berbagai nikmat tersebut kepada selain Allah. Atau mereka mengatakan nikmat tersebut berasal dari Allah, akan tetapi hati mereka menyandarkannya kepada selain Allah’.

Menyandarkan nikmat kepada selain Allah termasuk syirik karena orang yang menyadarkan nikmat kepada selain Allah berarti telah menyatakan bahwa selain Allah-lah yang telah memberikan nikmat (ini termasuk syirik dalam tauhid rububiyah). Dan ini juga berarti dia telah meninggalkan ibadah syukur. Meninggalkan syukur berarti telah menafikan (meniadakan) tauhid. Setiap hamba mempunyai kewajiban untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan.

Contoh dari hal ini adalah mengatakan ‘Rumah ini adalah warisan dari ayahku’. Jika memang cuma sekedar berita tanpa melupakan Sang Pemberi Nikmat yaitu Allah, maka perkataan ini tidaklah mengapa. Namun, yang dimaksudkan termasuk syirik di sini adalah jika dia mengatakan demikian dan melupakan Sang Pemberi Nikmat yaitu Allah Ta’ala.

Marilah kita berusaha tatkala mendapatkan nikmat, selalu bersyukur pada Allah dengan memenuhi 3 rukun syukur, yaitu: [1] Mensykuri nikmat tersebut dengan lisan, [2] Mengakui nikmat tersebut berasal dari Allah dengan hati, dan [3] Berusaha menggunakan nikmat tersebut dengan melakukan ketaatan kepada Allah. (Lihat I’anatul Mustafid, hal. 148-149 dan Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, II/93)
Perbaikilah Diri

Jarang sekali manusia mengetahui bahwa hal-hal di atas termasuk kesyirikan dan kebanyakan orang selalu menyepelekan hal ini dengan sering mengucapkannya . Padahal Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya,”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni dosa yang berada di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa [4]: 116).

Oleh karena itu, sangat penting sekali bagi kita untuk mempelajari aqidah di mana perkara ini sering dilalaikan dan jarang dipelajari oleh kebanyakan manusia. Aqidah adalah poros dari seluruh perkara agama. Jika aqidah telah benar, maka perkara lainnya juga akan benar. Jika aqidah rusak, maka perkara lainnya juga akan rusak.

Hendaknya pula kita memperbaiki diri dengan selalu memikirkan terlebih dahulu apa yang kita hendak ucapkan. Ingatlah sabda Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang diridhai Allah namun tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah mengangkat derajatnya. Namun boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang dimurkai Allah dan tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah memasukkannya dalam neraka.” (HR. Bukhari)

Jika kita sudah terlanjur melakukan syirik yang samar ini, maka leburlah dengan do’a yang pernah diucapkan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam: ’Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika sya’an wa ana a’lamu wa astaghfiruka minadz dzanbilladzi laa a’lamu’ (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyukutakan-Mu dengan sesuatu padahal aku mengetahuinya. Aku juga memohon ampunan kepada-Mu dari kesyirikan yang tidak aku sadari) (HR. Ahmad).

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Teruskan Baca......

Mantiq, Ilmu atau Pengetahuan

Assalamu"alaikum Wr. Wb,

Mengingat, akhir-akhir ini berkembang topik-topik berita yang mau tidak mau mengajak kita sedikit pandai-pandai menggunakan akal yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada kita umat manusia, untuk itu saya mengajak untuk sedikit membahas penggunaan mantiq atau logika kita guna mempelajari hukum-hukum, patokan-patokan dan rumus-rumus berpikir, yang saya adopt dari berbagai sumber (sumber2 dicantumkan).

Mantiq, … kata Arab yang diambil dari kata kerja nataqa, … yang artinya "berkata atau berucap". Istilah lain dari "Logika" yang lahir terlebih dahulu dari kata "Logos" (bahasa latin), … yang artinya perkataan atau sabda.(K. Prent C.M.J. Adisubrata dan W.J.S. Poerwadarminta, kamus Latin-Indonesia, Yayasan Kanisius, Semarang, 1969,hal.501)Memang, … kita sadari bahwa definisi tidak pernah dapat menampilkan dengan sempurna pengertian sesuatu yang dikandungnya. Setiap orang selalu berbeda gaya dalam mendefinisikan suatu masalah pada setiap penyelidikan, seperti yang kita ketahui, … bahwa permulaan suatu ilmu sudah lazim dibuka dengan pembicaraan definisinya, …. berkenaan dengan medan gerak dan batas dari ilmu yang hendak diselidikinya. Namun, pengertian yang diantar oleh definisi, tidak sejelas yang didapat setelah akhir penyeledikan.

Oleh karena itu, …. definisi yang bertugas sebagai pembuka pintu, kiranya tidak mengadung bahaya?, yakni … selama kita memandangnya sebagai tempat pengenalan sementara yang dapat digeser kearah kesempurnaan lebih lanjut.Dalam bahasa sehari-hari, … kita sering mendengar ungkapan, misalnya: "argumentasinya logis atau alasannya tidak logis", … sepertinya, … yang dimaksud logis disini adalah masuk akal, … sedangkan, maksud dari tidak logis adalah sebaliknya!.

Dalam bukunya, George F. Kneller, Logic ang Language of Education, New York, 1996, hal.13, …. Matiq disebut sebagai; "Penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berpkir benar", menurut kamus Munjid, Louis Ma’luf, cet. ke-26, Beirut, 1973, hal.816, … disebut sebagai "Hukum yang memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berpikir". Sedangkan Prof. Thaib Thahir A. Muin, Ilmu Mantiq, Wijaya, Jakarta, 1966, hal.16, … membatasi dengan "Ilmu untuk menggerakan pikiran kepada jalan yang lurus dalam memperoleh suatu kebenaran".

Kata Logika (bahasa Latin) atau Mantiq (bahasa Arab), pertama kali digunakan oleh Zeno, dari Citium. Kaum Sofis, Socrates dan Plato, harus dicatat sebagai perintis lahirnya Logika. Dari catatan naskah-naskah kuno yang ditemukan, "Logika" lahir sebagai Ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan kaum Stoa. (Bertran Rusell, History of Western Philosophy, London, George Allen & Unwin, Cet.Vii, 1974, hal.206)

Pada masa-masa penerjemahan ilmu-ilmu Yunani ke dalam bahasa arab (baca The Golden Age of Islam), yang dimulai pada abad ke-2 Hijriah, … Logika merupakan salah satu bagian dari ilmu-ilmu yang amat menarik minat kaum muslimin, … sehingga logika dipelajari secara meriah dalam kalangan luas, dan pada gilirannya menimbulkan pelbagai pendapat dalam hubungannya dengan masalah agama.

Ibnu Salah dan Imam Nawawi, menghukumi haram mempelajari Mantiq sampai mendalam, sedangkan Al-Ghazzali, … menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan menurut Jumhur Ulama, membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya. Kemudian, … al-Kindy, mempelajari dan menyelidiki Logika Yunani secara khusus, … dan studi ini dilakukan lebih mendalam oleh al-Farabi, yang mengadakan penyelidikan atas lafal dan menguji kaidah-kaidah Mantiq dalam proposisi-proposisi kehidupan sehari-hari untuk membuktikan benar-salahnya, …. adalah merupakan suatu tindakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. (A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1976, hal.33-35)

Pada abad ke-19, Logika dipandang sebagai sekedar peristiwa psikologis dan metodis seperti yang diajarkan oleh W. Wund. J. Dewey dan M. Baldwin, … nama-nama seperti George Boole, Bertrand Russel dan G. Frege, dicatat sebagai tokoh yang banyak berjasa dalam kehidupan Logika Modern. (Herbert J. Muller, Science and Criticism, New Haven, Yale University Press, hal.63-68)

Ilmu.

Logika atau Mantiq yang sedang kita bahas disini adalah Ilmu. Dalam bahasa Indonesia, "Ilmu" seimbang artinya dengan "Science", … dan dibedakan pemakaiannya secara jelas dengan kata "Pengetahuan". Dengan kata lain, "Ilmu dan Pengetahuan, mempunyai pengertian yang berbeda secara mendasar !".



Pengetahuan (knowledge), adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa, hingga tidak ada keraguan terhadapnya. (Al-Ghazali, al-Munqiz minad Dalaal, Beirut, Maktabah Saqafiyayah, tt, hal 7-12), dimana "ketidakraguan" merupakan syarat mutlak bagi jiwa untuk dapat dikatakan "mengetahui" .Ambil contoh, …. kita mengetahui bilangan lima lebih besar dari tiga, … dan lebih kecil dari sepuluh, dan manakala kita yakin akan kenyataan itu, … meskipun guru kita, … atau orang lain yang kita anggap pandai, atau kata orang-orang bahkan menurut berita2 media mengatakan sebaliknya, …. kita akan tetap pada pendirian kita, namun … jika pendapat yang berlawanan itu menyebabkan kita ragu, … maka berarti kita tidak mengetahui bilangan lima (ana mengajak melatih berpikir, dan hidup berprinsip).Nah, kira-kira …. serupa itulah kriteria bagi suasana "mengetahui", untuk segala hal yang kita tangkap dalam jiwa, baik mengenai benda, seperti buku, Komputer, telepon, dll atau mengenai peristiwa yang menyertai benda, seperti .. melayang, mendidih, meledak, dll atau mengenai sifat dan keadaan benda, seperti … wangi, panas, gelap dan sebagainya. Untuk itu, .. kita harus berhati-hati dalam menggunakan kata "Pengetahuan dan Ilmu", dari apa yang kita tangkap dalam jiwa.

Pengetahuan.

Pengetahuan (knowledge), … dimana kita telah puas dengan "menangkap tanpa ragu" kenyataan perihal sesuatu, …. sedangkan Ilmu (science) menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekedar apa yang dituntut oleh pengetahuan (knowledge).

Ambil contoh, … seorang yang gemar memancing (pemancing) sangat mengetahui bahwa pelampung dari alat pancingnya selalu akan terapung di air, dan ia akan membantah jika ada yang mengatakan bahwa gabus pelampung kailnya itu akan tenggelam bila di lemparkan ke air, …. inilah pengetahuan! . Kemudian, …. manakala ia mengetahui bahwa Berat Jenis (BJ) pelampungnya lebih kecil dari BJ Air yang menyebabkan pelampung itu akan selalu terapung di air, maka hal inilah yang disebut Ilmu!, … atau seorang nelayan tahu betul saat-saat laut pasang dan surut, …. akan tetapi selama yang ia ketahui tidak pernah menembus keterangan tentang sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut, yakni "Daya tarik Bulan" yang mengakibatkan air laut di sebagian bumi ini pasang, … selama itu pula apa yang diketahuinya itu hanya merupakan pengetahuan bagi nelayan tersebut.

Karenanya, … Ilmu bukan sekedar onggokan yang gaduh dari sembarang pengetahuan serupa dengan keaneka-ragaman jenis barang dalam tong sampah, tetapi lebih menyerupai susunan barang dalam pasar swalayan yang tersusun rapih, …. dimana barang-barang sejenis di kelompokan serta ditempatkan secara spesifik, dan pengetahuan dari obyek-obyek sejenis di kelompokan dan di sistematisasikan menjadi kelompok-kelompok tertentu, sehingga melahirkan ilmu yang beraneka-ragam seperti yang kita kenal, .. adalah hasil dari pengelompokan pengetahuan sejenis.

Nah sekarang, … terlihat sudah bahwa pernyataan-pernyataan ke-ilmuan berkaitan satu sama lain, … yang kesemuanya itu merupakan suatu informasi yang utuh. Pernyataan seperti : Air laut pasang, Bulan diatas laut, Bulan mempunyai gaya gravitasi; masing-masing terpisah (isolated). Jadi, … kesemuanya itu merupakan informasi pengetahuan, bukan keilmuan. Namun, … bila kesemuanya itu dirangkai, dan ditambah dengan pernyataan lain sehingga merupakan kesatuan informasi yang menerangkan tentang peristiwa pasangnya air laut, maka pernyataan itu menjadi informasi keilmuan.

Untuk itu, … informasi yang sampai kepada kita, …. betapa pun luasnya, atau bermanfaat dalam kehidupan praktis, maupun dalam pengembangan bisnis kita, menyenangkan, dan dapat dipertanggung jawabkan, .. namun selama pernyataan itu terpisah satu sama lain, … kesemua itu bukanlah informasi keilmuan!

Seperti kita ketahui bahwa, dalam pengetahuan modern dikenal pembagian ilmu atas kelompok ilmu a posteriori atau ilmu yang kita peroleh dari pengetahuan indrawi, seperti Ilmu Kimia, Ilmu Alam, Ilmu Kedokteran dll, yang kesemuanya itu bersumber pada pengalaman dan eksperimen, …. dan kelompok ilmu a priori, adalah ilmu-ilmu yang tidak kita peroleh dari pengalaman dan percobaan, tetapi bersumber pada akal itu sendiri. Kebenaran ilmu ini tidak dapat ditemukan dan dikembalikan kepada data empiris, sebagaimana ilmu-ilmu a posteriori, melainkan kepada akal, dan semua ilmu yang tidak tergantung pada pengalaman dan eksperimen termasuk dalam kelompok ini, begitu juga Mantiq atau Logika. (Wajiz Anwar, Logika I, Yogyakarta, Yayasan al-Djam’iah, 1969, hal.15-16)

Sekian dulu pembahasan kita tentang Mantiq, .... Ilmu atau Pengetahuan, ... dan InsyaAllah kita akan sambung pada kesempatan mendatang, ... semoga bermanfaat.

Yang Benar Pasti Datangnya Dari Allah Ta’ala, dan apabila ada yang salah pasti datangnya dari ana, untuk itu ana mohon maaf atas segala kesalahan,

Wassalamua"laikum Wr. Wb,

Oleh : H. Umar Hapsoro Ishak - (dari berbagai sumber)

Teruskan Baca......

Makanan Penyulut Sakit Kepala

KOMPAS.com - Merasa terganggu dengan sakit kepala yang tidak kunjung reda? Jangan salahkan keadaan, tapi salahkan apa yang kita makan. Jeruk mungkin menjadi salah satu penyebabnya.

Para ahli mengatakan jeruk dan beberapa makanan lain dapat memicu sakit kepala apabila orang yang mengkonsumsi makanan tersebut mengalami pengurangan enzim.

Sedangkan, enzim tersebut sangat penting untuk menetralkan amina atau kumpulan senyawa organik yang mengandung nitrogen dalam makanan. Beberapa makanan memiliki amina dalam jumlah yang besar, dan tanpa adanya enzim maka tidak ayal sakit kepala (bahkan migrain) dapat terstimulasi.

Menyantap 1-3 buah jeruk mungik tidak berbahaya. Apabila kita cenderung termasuk orang yang sering mengalami migrain, lebih bijak jika kita bisa mewaspadai dampak yang diberikan makanan yang kita konsumsi tersebut untuk mencegah migrain. Jadi kita mendapatkan sebuah teori baru, dimana mengemil makanan tertentu dapat menjadi sinyal terjadinya migrain. Namun, tidak hanya makanan yang setiap saat bisa menjadi pemicu terjadinya migrain, tapi pemicu-pemicu lain seperti sinar yang terang atau stres juga menjadi faktor pendorong sakit kepala lebih cepat terjadi.

Selain jeruk, makanan dan minuman lain yang mampu memicu sakit kepala adalah :

1. Keju yang mengandung tyramine, yaitu zat alami yang dibentuk akibat penuaan makanan. Kadar tyramine yang tinggi terbukti dapat menyebabkan hipertensi. Ini tidak baik khususnya untuk orang sedang menjalankan pengobatan dengan MAO inhibitor (sejenis anti depresan) untuk mengatasi masalah migraine mereka. Keju yang mengandung kadar tyramine tinggi, seperti Blue cheese, brie, cheddar, Stilton, feta, gorgonzola, mozzarella, muenster, Parmesan, dan Swiss.

2. Makanan yang diasinkan, diproses dan dikalengkan juga memiliki kandungan tyramine yang tinggi. Perhatikan selalu bagaiman tubuh kita bereaksi ketika mengkonsumsi acar, minyak zaitun, dan sup kaleng.

3. Setelah termetabolisme oleh tubuh alkohol juga bisa menjadi pencetus terjadinya sakit kepala. Waspadalah ketika mengkonsumsi anggur merah, bir, whiskey dan champagne yang sudah diidentifikasi sebagai pemicu sakit kepala.

4. Dari para penderita migrain dan sakit kepala, kita juga menemukan beberapa makanan populer yang juga bisa menjadi penyebab rasa sakit mereka, seperti kacang atau selai kacang, keripik kentang, pizza, buah kiwi, plum, raspberries, roti tawar dan biskuit.(Astrid Anasatasia)

Teruskan Baca......

Semangka: Penghilang Dahaga Kaya Antioksidan

KOMPAS.com — Buah semangka sering dinikmati sebagai cemilan sehat kala cuaca panas. Selain menyegarkan, buahnya yang manis dan warnanya yang merah kerap mengundang selera untuk menyantapnya.

Semangka, yang masuk dalam keluarga Cucurbitaceae, fungsinya tak sekadar penghilang dahaga, tapi juga sebagai antioksidan yang baik. Buah berbentuk bulat ini juga mengandung vitamin C dan A dengan jumlah besar. Dengan kadar antioksidan yang tinggi, semangka dapat diandalkan sebagai penetral radikal bebas dan mengurangi kerusakan sel dalam tubuh.

Radikal bebas dapat memicu oksidasi kolesterol sehingga terjadi penempelan di dinding pembuluh darah dan berisiko untuk serangan jantung dan stroke. Selain itu, radikal bebas juga menyebabkan kerusakan sel sepanjang dinding usus besar dan memicu terjadinya kanker usus besar.

Selain kaya akan antoksidan dan vitamin, semangka juga dikenal merupakan sumber karotenoid yang sangat baik. Semangka mengandung lycopene yang juga banyak ditemukan pada buah tomat.

Pentingnya lycopene diungkapkan sebuah riset yang dipublikasikan American Journal of Clinical Nutrition. Pasien dengan adenoma kolorektal (sebuah polip yang merupakan cikal bakal kanker kolorektal) memiliki kadar lycopene 35 persen lebih rendah daripada yang tanpa polip. Dengan kata lain, tubuh kita memerlukan kemampuan lycopene untuk memproteksi sel tubuh dan juga struktur tubuh dari kerusakan.

Studi lain yang dimuat Asia Pasific Journal of Clinical Nutrition melibatkan 130 individu dan 274 kontrol yang meminum teh hijau dan yang tidak meminum teh hijau. Terbukti 86 persen peminum teh hijau dan juga pengonsumsi makanan yang banyak mengandung lycopene mengalami penurunan risiko mengidap kanker prostat.

Penelitian lainnya yang dimuat American Journal Physiology Endocrinology Metabolism menyebutkan, para sukarelawan yang meminum jus semangka setiap hari sebanyak 8 ons gelas mempunyai kadar arginin 18 persen lebih tinggi daripada kelompok kontrol.

Teruskan Baca......

Kayu Manis Tangkal Kanker Hati Ganas

KOMPAS.com - Kayu manis yang selama ini dikenal sebagai penyedap masakan dan pengharum makanan, sebetulnya mengandung senyawa aktif yang dapat menangkal kanker hati ganas, menurunkan kadar lemak dan kolesterol, serta menolong para pengidap diabetes melitus. Bagaimana memanfaatkannya?

Sejak abad ke-16, kayu manis (Cinnamomum burmannii) telah digunakan sebagai bumbu masak. Di dunia terdapat 54 jenis kayu manis (Cinnamomum spp), 12 jenis di antaranya terdapat di Indonesia. Jenis tanaman kayu manis yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah Cinnamomum burmannii BL, lebih dikenal dengan nama Cassia vera.

Kayu manis termasuk dalam famili Lauraceae. Rempah-rempah ini diduga berasal dari Sri Lanka dan India Selatan, meski tumbuh subur di Jawa, Sumatera, India Barat, Brasil, Vietnam, Madagaskar, dan Mesir. Di dunia internasional, kayu manis dikenal dengan nama cinnamon, yang berasal dari bahasa Yunani kinnamon. Kayu manis juga terkenal dengan nama sweet wood.

Bukan sembarang kulit
Kayu manis mempunyai bentuk seperti batang yang berdiameter kecil dan ada yang berukuran panjang ataupun pendek. Warna bagian luar dan dalam kayu manis adalah cokelat muda. Sifat kimia kayu manis adalah pedas, sedikit manis, hangat, dan wangi. Hasil utama tanaman kayu manis adalah kulit batang dan dahan, sedangkan hasil ikutan yang berupa ranting dan daun biasanya diolah menjadi minyak atsiri.

Kulit kayu manis dan hasil olahannya banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, kosmetika, dan rokok. Pemakaian kulit kayu manis dapat dilakukan dalam bentuk asli (bubuk), minyak atsiri, atau oleoresin.

Minyak atsiri kayu manis diperoleh dari kulitt, ranting, dan daunnya, dengan cara penyulingan. Kandungan minyak atsiri dalam kulit kayu manis 1,3-2,7 persen. Sementara itu, oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik tertentu.

Penurun kolesterol dan lemak
Penelitian Fauzan Azima (2004), mahasiswa Program Doktor di Program Studi Ilmu Pangan IPB menunjukkan, ekstrak kulit pohon kayu manis efektif untuk menghambat pembentukan Low Density Lipoprotein (LDL = kolesterol jahat) di dalam darah.

Penelitian dilakukan dengan pemberian ekstrak kayu manis sebanyak 100-200 miligram per kilogram berat badan kelinci percobaan selama 12 pekan. Pada akhir percobaan ditemukan total kolesterol kelici turun dari 443,3 menjadi 139,1 mg/dl, kadar LDL turun dari 268,5 menjadi 95,8 mg/dl, serta trigliserida turun dad 122,2 menjadi 61,2 mgAl.

LDL disebabkan kolesterol jahat karena berperan rnengangkut kolesterol dari jaringan ke dalam plasma melalui proses enclositosis. Proses ini menyebabkan tingginya kadar kolesterol di dalam darah, sehingga dapat menimbulkan penyumbatan pada pembuluh darah.

Pemberian ekstrak kayu manis juga dapat menurunkan perlemakan pada hati kelinci. Perlakuan yang sama juga menurunkan kadar homosistein, yaitu suatu senyawa yang mendorong terjadinya aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah). Kadar homosistein menurun dari 25 mikromol per liter menjadi 9,9 mikromol per liter serum.

Sebaliknya, kolesterol baik atau High Density Lipoprotein (HDL) naik dari 32,4 menjadi 50,0 mg/dl. HDL adalah pembersih kolesterol yang berfungsi memindahkan kolesterol plasma dari sel mati atau membran yang hancur. Orang sehat memiliki rasio LDL terhadap HDL senilai 3,5.

Riset juga menunjukkan, kelinci yang diberi ekstrak kayu manis berisiko terkena aterosklerosis 4,2 kali lebih rendah daripada kelinci yang tak diberi ekstrak. Ekstrak kayu manis juga berpotensi sebagai antihiperkolesterolemia (penurun kolesterol) dan mencegah timbunan lemak di hati.

Disimpulkan, ekstrak kayu manis mengandung senyawa fitokimia yang berpotensi sebagai antioksidan, antagregasi platelet, antihiperkolesterolemia, serta mampu mencegah perlemakan hati dan pembentukan lesi pada aorta kelinci percobaan.

Menurut Azima (2004), kulit kayu manis tersusun atas senyawa sinamaldehide, turunan dari senyawa fenol. Di dunia kedokteran, senyawa sinamaldehid diketahui memiliki sifat antiagregasi platelet (kolesterol yang menempel di pembuluh darah). Agregasi (pengumpulan) platelet menyebabkan terjadinya aterosklerosis.

Senyawa yang sangat bermanfaat pada ekstrak kayu manis adalah tanin, flavonoid, triterpenoid, dan saponin. Keempatnya berperan sebagai antipenggumpalan sel darah merah, antioksidan, clan antihiperkolesterolemia (penurun kolesterol).

Selain dapat mencegah aterosklerosis, kayu manis diketahui mengandung senyawa antioksidan yang efektif untuk mencegah kanker. Kekuatan antioksidan kayu manis yang diekstrak dengan etanol ternyata lebih baik dibandingkan dengan BHT (antioksidan sintetis) dan tokoferol (antioksidan alami), pada konsentrasi sama. Senyawa fitokimia yang berperan sebagai antioksidan pada kayu manis adalah tanin dan flavonoid.

Prof.Dr.Made Astawan, ahli teknologi pangan dan gizi, pengasuh rubrik di tabloid Gaya Hidup Sehat.

Teruskan Baca......

10 makanan Terbaik untuk Kecerdasan

INGIN anak Anda cemerlang di sekolah? Cobalah untuk memperhatikan dengan jeli kebutuhan gizi dan nutrisi mereka setiap hari. Selain itu, ada baiknya pula memasukan 10 jenis makanan terbaik berikut ini. Makanan yang dijuluki "Brain Food" ini diyakini dapat merangsang pertumbuhan sel-sel otak, memperbaiki fungsinya, meningkatkan daya ingat dan konsentrasi berpikir anak-anak.

1. Salmon
Ikan berlemak seperti salmon merupakan sumber terbaik asam lemak omega-3 - DHA and EPA - yang keduanya penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fungsi otak. Riset terbaru juga menunjukkan bahwa orang yang memperoleh asupan asam lemak lebih banyak memiliki pikiran lebih tajam dan mencatat hasil memuaskan dalam uji kemampuan. Menurut para ahli walaupun tuna mengandung asam omega-3, namun ikan ini tidaklah sekaya salmon.

2. Telur
Telur dikenal sebagai sumber penting protein yang relatif murah dan harganya cukup terjangkau. Bagian kuning telur ternyata padat akan kandungan kolin, suatu zat yang dapat membantu perkembangan memori atau daya ingat.

3. Selai kacang
"Kacang tanah (peanut) dan selai kacang merupakan salah satu sumber vitamin E. Vitamin ini merupakan antioksidan yang dapat melindungi membran-membran sel saraf. Bersama thiamin, vitamin E membantu otak dan sistem saraf dalam penggunaan glukosa untuk kebutuhan energi.

4. Gandum murni
Otak membutuhkan suplai atau sediaan glukosa dari tubuh yang sifatnya konstan. Gandum murni memiliki kemampuan untuk mendukung kebutuhan tersebut. Serat yang terkandung dalam gandum murni dapat membantu mengatur pelepasan glukosa dalam tubuh. Gandum juga mengandung vitamin B yang berfungsi memelihara kesehatan sistem saraf.

5. Oat/Oatmeal
Oat merupakan salah satu jenis sereal paling populer di kalangan anak-anak dan kaya akan nutrisi penting bagi otak. Oat dapat menyediakan energi atau bahan bakar untuk otak yang sangat dibutuhkan anak-anak mengawali aktivitasnya di pagi hari. Kaya akan kandungan serat, oat akan menjaga otak anak terpenuhi kebutuhannya di sepanjang pagi. Oat juga merupakan sumber vitamin E, vitamin B, potassium dan seng -- yang membuat tubuh dan fungsi otak berfungsi pada kapasitas penuh.

6. Berry
Strawberry, cherry, blueberriy dan blackberry. Secara umum, semakin kuat warnanya, semakin banyak nutritisi yang di kandungnya. Berry mengandung antioksidan kadar tinggi, khususnya vitamin C, yang berfaedah mencegah kanker.

Beberapa riset menunjukkan mereka yang mendapatkan ekstrak blueberry dan strawberry mengalami perbaikian dalam fungsi daya ingatnya. Biji dari buah berri ini juga ternyata kaya akan asam lemak omega-3.

7. Kacang-kacangan
Kacang adalah makanan spesial sebab makanan ini memiliki energi yang berasal dari protein serta karbohidrat kompleks. Selain itu, kacang kaya akan kandungan serat, vitamin dan mineral. Kacang juga makanan yang baik untuk otak karena mereka dapat mempertahankan energi dan kemampuan berpikir anak-anak pada puncaknya di sore hari jika dikonsumsi saat makan siang.

Menurut hasil penelitian, kacang merah dan kacang pinto mengandung lebih banyak asal lemak omega 3 daripada jenis kacang lainnya -- khususnya ALA - jenis asal omega-3 yang penting bagi pertumbuhan dan fungsi otak .

8. Sayuran berwarna
Tomat, ubi jalar merah, labu, wortel, bayam adalah sayuran yang kaya nutrisi dan sumber antioksidan yang akan membuat sel-sel otak kuat dan sehat.

9. Susu dan Yogurt
Makanan yang berasal dari produk susu mengandung protein dan vitamin B tinggi. Dua jenis nutrisi ini penting bagi pertumbuhan jaringan otak, neurotransmitter dan enzim. Susu dan yogurt juga bisa membuat perut kenyang karena kandungan protein dan karbohidratnya sekaligus menjadi sumber energi bagi otak.

Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa anak-anak dan remaja membutuhkan lebih banyak vitamin D bahkan 10 kali dari dosis yang direkomendasikan. Vitamin D adalah vitamin yang juga penting bagi sistem saraf otot dan siklus hidup sel-sel manusia secara keseluruhan.

10. Daging sapi tanpa lemak
Zat besi adalah jenis mineral esensial yang akan membantu anak-anak tetap berenergi dan berkonsentrasi di sekolag. Daging sapi tanpa lemak adalah salah atu sumber makanan yang mengandung banyak zat ebsi. Dengan hanya mengonsumsi 1 ons per hari, maka tubuh Anda akan terbantu dalam penyerapan zat besi darai sumrbe lainnya. Daging sapi juga mengandung mineral seng yang dapat membantu memelihara daya ingat .

Khsusus bagi yang vegetarian, Anda dapat memanfaatkan kacang hitam dan burger kedelai sebagai pilihan. Kacang-kacangan adalah adalah sumber penting zat besi nonheme -- tipe zat besi yang membutuhkan vitamin C untuk di serap oleh tubuh . Mengonsumsi tomat , jus jeruk, strawberry dan kacang-kacangan juga dapat dipilih sebagai upaya mencukupi kebutuhan zat besi.

Teruskan Baca......

Rumah Lebih Baik, IQ Anak Lebih Tinggi

KOMPAS.com - Anak-anak yang tinggal di rumah yang terbuat dari semen atau batu bata memiliki IQ lebih tinggi daripada anak-anak yang tinggal di gubuk.

Penelitian terhadap 200 anak yang tinggal di rumah semen dan 173 anak yang tinggal di gubuk dengan usia antara 3-5 tahun di India ini sebenarnya bukan menunjuk pada rumah yang menjadi penyebab tingginya kecerdasan. Yang menjadi faktor utama adalah sikap orangtua dalam memperlakukan anak-anak mereka.

"Tinggal di rumah yang layak dan enak mempengaruhi semangat orangtua untuk memberikan pendidikan yang memadai, seperti misalnya menyekolahkan anak di pre-school dan memberi kesempatan belajar yang lebih,” tutur Dr. Jacob M. Puliyel dari RS St. Stephens di Delhi, India.

Sementara, para orangtua yang memiliki rumah belum layak cenderung lebih memprioritaskan usaha mereka untuk memperbaiki rumah dan taraf ekonomi daripada memperhatikan pendidikan anak-anak.

Karena itu, menurut Jacob, adalah tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan perumahan yang layak dan memberi subsidi bagi kebutuhan dasar keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan.

Selama kebutuhan dasar belum terpenuhi, banyak anak akan telantar dan tidak mendapat pendidikan yang layak. Jacob menambahkan bahwa kondisi seperti ini biasa terjadi di negara-negara berkembang, di mana pemerintah masih kesulitan memberi subsidi bagi bidang-bidang hidup lain selain perumahan dan pendidikan. Termasuk Indonesia? @abd

Teruskan Baca......

AKUNTANSI ISLAM (SYARIAH)

1 Pengertian dan Sejarah

Ada beberapa definisi akuntansi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh akuntansi. Beberapa diantaranya adalah :

“Akuntansi adalah seni dalam menganalisa, mencatat, menggolongkan / mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, menafsirkan dan mengkomunikasikan dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian ekonomi dari suatu entitas hukum sosial.”

“Akuntansi merupakan proses mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai alternatif dalam mengambil kesimpulan bagi pemakainya.”

“Akuntasi adalah bahasa bisnis yang memberikan informasi tentang kondisi ekonomi suatu perusahaan / organisasi dan hasil usaha / aktifitasnya pada suatu waktu atau periode tertentu, sebagai pertanggung jawaban manajemen serta pengambilan keputusan.”

Sedang menurut literatur Islam akuntansi (muhasabah) didefinisikan “suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syariat, dan jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan yang representatif, serta berkaitan dengan pengukuran hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan tersebut membantu pengambilan keputusan yang tepat.[1]

Melalui definisi ini maka dapat dibatasi bahwa karakteristik muhasabah adalah :

1. Aktivitas yang teratur.
2. Pencatatan :
1. Transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan yang sesuai dengan hukum.
2. Jumlah-jumlahnya.
3. Di dalam catatan-catatan yang representatif.
3. Pengukuran hasil-hasil keuangan.
4. Membantu dalam pengambilan keputusan.

Mayoritas ahli sejarah akuntansi, mengira bahwa akuntansi tumbuh karena tumbuhnya serikat dagang. Pada hakekatnya tumbuhnya serikat dagang itu sebagai salah satu fenomena luasnya perdagangan tidaklah menjadi asas dalam perkembangan akuntansi. Sebab tumbuhnya serikat itu termasuk yang paling baru apabila dibandingkan dengan tumbuhnya negara itu sendiri. Sepanjang sejarah, barbagai negara seperti negeri Babil, Fir’aun dan Cina telah menciptakan, menggunakan dan mengembangkan salah satu bentuk pencatatan transaksi keuangan. Penggunaan tersebut menyerupai apa yang sekarang disebut “Maskud Dafatir” (Bookkeeping), dan bertujuan mencatat pendapatan dan pengeluaran negara.[2]

Sejarah Islam menunjukkan bahwa negara Islam telah mendahului Republik Itali sekitar 800 tahun dalam menggunakan sistem pembukuan. Selanjutnya salah satu sistem pembukuan modern yang dikenal dengan nama al Qaidul Muzdawaj yang sesuai dengan kebutuhan negara dari satu sisi, dan sesuai dengan kebutuhan para pedagang muslim disisi lain.

Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Lucas Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/ 1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah al Mazindarani dan berjudul Risalah Falakiyah Kitab as Siyaqat. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman al Qanuni di Istambul Tuki. Tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf arab. Tetapi bahasa yang digunakan campuran antara bahasa arab, Persia, dan Turki yang populer di Daulah Utsmaniah. Jadi buku ini ditulis lebih awal dari buku Pacioli Summa de Arithmetica, Geometria, Proportioni et Proportionalita, selama 131 tahun. Meskipun buku Pacioli yang pertama kali dicetak.[3]

Dalam buku yang masih berbentuk manuskrip itu, al Mazindarani menjelaskan hal-hal berikut[4] :

1. Sistem akuntasi yang populer saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi.
2. Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan.
3. Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.

Menurutnya, sistem-sistem akuntansi yang populer saat itu (765 H/ 1363 M ) antara lain :

1. Akuntansi Bangunan
2. Akuntansi Pertanian
3. Akuntansi Pergudangan
4. Akuntansi Pembuatan Uang
5. Akuntansi Pemeliharaan Binatang

Sesungguhnya pengertian akuntansi di negara Islam hingga pengklasifikasiannya pada tahun 1924 berbeda dengan dengan apa yang ada di masyarakat lain di luar Islam. Karena pengertian akuntansi Islam atau muhasabah tidak sekedar pencatatan data-data keuangan, tetapi lebih sempurna.

Salah seorang penulis muslim menemukan bahwa pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan negara Islam diantaranya adalah sebagai berikut[5] :

1. Dimulai dengan ungkapan “ Bismillah”
2. Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apapun, maka harus diberi garis pembatas. Sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.
3. Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.
4. Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
5. Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata.
6. Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor. Demikian pula jika seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi sebesar 1300 dinar. Sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku dengan saldo buku bandingan yang lain, dan saldo bandingannya yang ada di kantor.
7. Pada akhir periode tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (uang) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah uang tersebut.
8. Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.
9. Harus mengelompokkan transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok sejenis. Seperti mengelompokkan dan mencatat pajak yang memiliki satu karakter sejenis dalam satu kelompok.

10. Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber pemasukan tersebut.

11. Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran tersebut.

12. Ketika menutup saldo harus meletakkan suatu tanda khusus padanya.

13. Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi yang sejenis itu saja (posting ke buku besar).

14. Harus memindahkan transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang independen, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku yang lain.

15. Setelah mencatat dan memindahkan transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan laporan keuangan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973:163-165).

2 Prinsip – Prinsip Akuntansi Islam

Prinsip-prinsip akuntansi yaitu sekumpulan petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang bersifat umum, yamg wajib diambil dan dipergunakan sabagai petunjuk dalam mengetahui dasar-dasar umum bagi akuntansi. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah[6] :

1. Prinsip Legitimasi Muamalat yaitu sasaran–sasaran, transaksi-transaksi, tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan itu sah menurut syariat.
2. Prinsip Entitas Spiritual adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang melakukan pendanaan terhadap kegiatan investasi tersebut.
3. Prinsip Kontinuitas yaitu prinsip yang keberadaanya dapat memberikan pandangan bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui, dan dilikuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi yang mengarah kepada kebalikannya. Dari prinsip ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
4. Umur perusahaan tidak tergantung pada umur pemiliknya.
5. Mendorong manusia agar salalu beramal dan bekerja keras, padahal ia mengetahui bahwa dia akan tiada suatu saat nanti.
6. Prinsip kontinuitas (going concern) merupakan kaidah umum dalam investasi.
7. Prinsip ini menjadi dasar dalam pengambilan keputusan agar perusahan terus beroperasi.
1. Prinsip Matching yaitu suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antara dua sisi, dari satu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari segi lainnya.

3 Kaidah-Kaidah Akuntansi Islam

Kaidah adalah sejumlah hukum-hukum pelaksanaan yang bersifat rinci dan saling terkait, yang berkaitan dengan cara penerapan petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang bersifat umum. Kaidah itu adalah[7] :

1. Kaidah obyektivitas
2. Kaidah accrual yaitu suatu kaidah yang menangani tentang penjadwalan perimbangan pemasukan dan pengeluaran, baik yang diterima atau dibayarkan maupun yang belum diterima atau dibayarkan.
3. Kaidah pengukuran
4. Kaidah konsistensi adalah kaidah yang harus dipegang untuk menetapkan bahwa data akuntansi dapat dibandingkan. Kaidah ini terkait komitmen untuk mengikuti prosedurnya sendiri.
5. Kaidah periodisitas yaitu prinsip yang keberadaannya dapat memberikan pandangan bahwa perusahaan itu melakukan pelaporan dalam tenggat waktu tertentu secara berkesinambungan dan terus – menerus.
6. Kaidah pencatatan sistematis ialah pencatatan dalam buku dengan angka atau kalimat untuk transaksi – transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan yang telah berlangsung pada saat kejadiannya, secara sistematis dan sesuai dengan karakter perusahaan serta kebutuhan manajemennya.
7. Kaidah transparansi yaitu penggambaran data-data akuntansi secara amanah, tanpa menyembunyikan satu bagian pun darinya serta tidak menampakkannya dalam bentuk yang tidak sesungguhnya, atau yang menimbulkan kesan yang melebihi makna data-data akuntansi tersebut.

Menurut Muhammad Akram Khan sifat akuntansi Islam adalah :

1. Penentuan laba rugi yang tepat

Walaupun penentuan laba rugi bersifat subyektif dan bergantung nilai, kehati-hatian harus dilaksanakan agar tercapai hasil yang bijaksana (sesuai syariah) dan konsisten, sehingga dapat menjamin bahwa kepentingan semua pihak pemakai laporan dilindungi

2. Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan

Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar berdasarkan hukum sejarah untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijaksanaan-kebijaksanaan yang baik yang mempromosikan amal baik, serta dapat menilai efisiensi manajemen.

3.Ketaatan pada hukum syariah

Setiap aktifitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dikenali halal haramnya. Faktor ekonomi tidak harus menjadi alasan tunggal untuk menentukan berlanjut tidaknya suatu organisasi, tetapi harus tetap tunduk terhadap syariat Islam.

4.Keterikatan pada keadilan

Karena tujuan utama dalam syariah adalah penerapan keadilan dalam masyarakat seluruhnya, informasi akuntan harus mampu melaporkan setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat untuk menambah ketidakadilan di masyarakat.

5.Melaporkan dengan baik

Informasi akuntansi harus berada dalam posisi yang terbaik untuk melaporkan.

Perubahan dalam praktek akuntansi

Akuntansi harus mampu bekerjasama untuk menyusun saran-saran yang tepat untuk mengikuti perubahan.

Abdullah Zaid, Umar,Akuntansi syariah,LPFE Trisakti, Jakarta,2004, hal 57

[2] ibid, hal 3

[3] ibid, hal 11

[4] ibid, hal 25

[5] ibid hal 26

[6] Omar Abdullah Zaid, Akuntansi Syariah,LPFE Usakti,Jakarta,2004, hal 167

[7] ibid, hal 212

Ada beberapa definisi akuntansi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh akuntansi. Beberapa diantaranya adalah :

“Akuntansi adalah seni dalam menganalisa, mencatat, menggolongkan / mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, menafsirkan dan mengkomunikasikan dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian ekonomi dari suatu entitas hukum sosial.”

“Akuntansi merupakan proses mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai alternatif dalam mengambil kesimpulan bagi pemakainya.”

“Akuntasi adalah bahasa bisnis yang memberikan informasi tentang kondisi ekonomi suatu perusahaan / organisasi dan hasil usaha / aktifitasnya pada suatu waktu atau periode tertentu, sebagai pertanggung jawaban manajemen serta pengambilan keputusan.”

Sedang menurut literatur Islam akuntansi (muhasabah) didefinisikan “suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syariat, dan jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan yang representatif, serta berkaitan dengan pengukuran hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan tersebut membantu pengambilan keputusan yang tepat.[1]

Melalui definisi ini maka dapat dibatasi bahwa karakteristik muhasabah adalah :

1. Aktivitas yang teratur.
2. Pencatatan :
1. Transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan yang sesuai dengan hukum.
2. Jumlah-jumlahnya.
3. Di dalam catatan-catatan yang representatif.
3. Pengukuran hasil-hasil keuangan.
4. Membantu dalam pengambilan keputusan.

Mayoritas ahli sejarah akuntansi, mengira bahwa akuntansi tumbuh karena tumbuhnya serikat dagang. Pada hakekatnya tumbuhnya serikat dagang itu sebagai salah satu fenomena luasnya perdagangan tidaklah menjadi asas dalam perkembangan akuntansi. Sebab tumbuhnya serikat itu termasuk yang paling baru apabila dibandingkan dengan tumbuhnya negara itu sendiri. Sepanjang sejarah, barbagai negara seperti negeri Babil, Fir’aun dan Cina telah menciptakan, menggunakan dan mengembangkan salah satu bentuk pencatatan transaksi keuangan. Penggunaan tersebut menyerupai apa yang sekarang disebut “Maskud Dafatir” (Bookkeeping), dan bertujuan mencatat pendapatan dan pengeluaran negara.[2]

Sejarah Islam menunjukkan bahwa negara Islam telah mendahului Republik Itali sekitar 800 tahun dalam menggunakan sistem pembukuan. Selanjutnya salah satu sistem pembukuan modern yang dikenal dengan nama al Qaidul Muzdawaj yang sesuai dengan kebutuhan negara dari satu sisi, dan sesuai dengan kebutuhan para pedagang muslim disisi lain.

Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Lucas Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/ 1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah al Mazindarani dan berjudul Risalah Falakiyah Kitab as Siyaqat. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman al Qanuni di Istambul Tuki. Tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf arab. Tetapi bahasa yang digunakan campuran antara bahasa arab, Persia, dan Turki yang populer di Daulah Utsmaniah. Jadi buku ini ditulis lebih awal dari buku Pacioli Summa de Arithmetica, Geometria, Proportioni et Proportionalita, selama 131 tahun. Meskipun buku Pacioli yang pertama kali dicetak.[3]

Dalam buku yang masih berbentuk manuskrip itu, al Mazindarani menjelaskan hal-hal berikut[4] :

1. Sistem akuntasi yang populer saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi.
2. Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan.
3. Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.

Menurutnya, sistem-sistem akuntansi yang populer saat itu (765 H/ 1363 M ) antara lain :

1. Akuntansi Bangunan
2. Akuntansi Pertanian
3. Akuntansi Pergudangan
4. Akuntansi Pembuatan Uang
5. Akuntansi Pemeliharaan Binatang

Sesungguhnya pengertian akuntansi di negara Islam hingga pengklasifikasiannya pada tahun 1924 berbeda dengan dengan apa yang ada di masyarakat lain di luar Islam. Karena pengertian akuntansi Islam atau muhasabah tidak sekedar pencatatan data-data keuangan, tetapi lebih sempurna.

Salah seorang penulis muslim menemukan bahwa pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan negara Islam diantaranya adalah sebagai berikut[5] :

1. Dimulai dengan ungkapan “ Bismillah”
2. Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apapun, maka harus diberi garis pembatas. Sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.
3. Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.
4. Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
5. Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata.
6. Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor. Demikian pula jika seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi sebesar 1300 dinar. Sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku dengan saldo buku bandingan yang lain, dan saldo bandingannya yang ada di kantor.
7. Pada akhir periode tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (uang) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah uang tersebut.
8. Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.
9. Harus mengelompokkan transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok sejenis. Seperti mengelompokkan dan mencatat pajak yang memiliki satu karakter sejenis dalam satu kelompok.

10. Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber pemasukan tersebut.

Teruskan Baca......

SEJARAH AKUNTANSI 2

SEJARAH AKUNTANSI DI NEGARA ISLAM



“ Katakankanlah,”Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ katakanlah, Sesungguhnya aku diperintahkan supaya aku menjadi orang yang pertamakali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik.’” (Al An’am:14)



Tujuan Pembelajaran



1. Mengetahui kronologi sejarah perkembangan akuntansi.

2. Studi urgensi masa yang berlangsung antara tahun 500 SM. sampai tahun 1494 M.

3. Memahami peran angka-angka Arab dalam pengembangan akuntansi, terutama di Itali.

4. Menyimpulkan hubungan metodologis antara manuskrip Al Mazindarani dan buku Pacioli.

5. Memahami sistem dan praktik-praktik akuntansi yang berjalan di negara Islam dan membandingkannya dengan apa yang digunakan sekarang.

6. Mengetahui peran zakat dalam pengembangan akuntansi, dan konsep akuntansi yang populer di negara Islam.

7. Memahami pengaruh-pengaruh yang timbul dari pendirian dan perkembangan kantor-kantor pemerintahan, spesialisasi kemampuan manusia pada pengembangan sistem administrasi, sistem pengawasan secara umum, dan sistem akuntansi secara khusus, di negara Islam.

8. Mengenal sistem akuntansi dan nama-nama buku (akuntansi) di negara Islam dan membandingkannya dengan apa yang terdapat di dalam buku Pacioli.

9. Studi daftar keuangan dan sistem penggambaran saldo piutang sebagaimana yang pernah digunakan di Negara Islam, dan membandingkannya dengan apa yang digunakan pada masa kita sekarang ini.

10. Mengulas pentingnya zakat dari sisi peran yang dimainkannya dalam pengembangan akuntansi, yaitu dari sisi pentingnya bagi pribadi muslim dan negara Islam.



Pendahuluan



Sesungguhnya sejarah akuntansi, sebagaimana yang ditulis oleh para ahli sejarah Barat dan menurut apa yang kami kemukakan di bab I, menunjukkan bahwa akuntansi secara umum atau apa yang dinamakan dengan sistem doubele entry secara khusus tumbuh dan berkembang di Eropa, yaitu di Republik Itali. Di antara referensi yang dapat dilihat, baik yang berbahasa Arab maupun yang berbahasa Inggris, tidak kami dapati penyebutan apa pun tentang apa yang terjadi di negara Islam. Boleh jadi, pengabaian peran negera Islam dalam pengembangan akuntansi karena disengaja atau karena ketidaktahuannya. Sesungguhnya kita semua mengetahui dengan baik peran yang dimainkan oleh negara Islam dalam pengembangan berbagai ilmu dan seni. Hal ini mencakup akuntansi keuangan.

Dengan izin Allah Tabaraka Wa Ta’ala, dalam bab ini, kami akan menjelaskan sejarah perkembangan akuntansi di dunia Islam, yaitu akan kami jelaskan dalam pembahasan pertama, sehingga pembaca mengetahui mata rantai sejarah akuntansi yang lepas itu. Kami juga akan menjelaskan faktor-faktor penyebab perkembangan akuntansi di negara Islam, dalam pembahasan kedua. Kita mohon kepada Allah semoga Dia memberikan pertolongan dan taufik-Nya kepada kita.





PEMBAHASAN PERTAMA

Kronologi Perkembangan Akuntansi Di Dunia Islam



Vangermeersch memandang bahwa tempat tumbuhnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry) masih diperdebatkan. (Berton, 1933, hal.1). Hal ini berarti bahwa dia tidak menerima bahwa tempat tumbuhnya sistem tersebut di Republik Itali. Dia beralasan bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam buku-buku akuntansi, yang merupakan suatu metode untuk memilah-milah data sesuai dengan kaidah-kaidah khusus yang telah dikenal secara umum (Have, 1976, hal. 5--6). Berdasarkan hal tersebut, sebagian peneliti memandang bahwa masih diragukan, sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam bentuk yang kita kenal sekarang ini atau yang mendekati hal itu telah dipraktikan secara meluas pada abad XIV (Weis and Tinuis, 1991, hal. 54), yakni mereka meragukan adanya praktik tersebut secara meluas di Itali pada abad XIV, terutama Pacioli hanya menyebutkan adanya praktik secara meluas tanpa menentukan tempatnya. Keraguan ini pada kenyataannya beralasan. Alasan pertama, yaitu kosongnya masa sejarah dari sejarah akuntansi, yaitu masa yang terjadi antara lenyapnya negeri antara dua sungai dan negeri Mesir di dunia Arab sampai abad XV secara umum. Secara khusus, ketika Pacioli menyebarkan bukunya yang mengandung satu bab tentang akuntansi, yaitu pada tanggal 10 Nopember 1494 M. Kekosongan ini hampir mendekati dua ribu tahun. Alasan kedua, yaitu penggunaan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi secara luas tidak diragukan lagi mengharuskan adanya suatu praktik kerja dan pusat-pusat pelatihan yang mampu mencetak pribadi-pribadi yang ahli dan mampu menggunakan sistem ini secara luas. Pada kenyataannya, pusat-pusat pelatihan semacam itu tidak ada di Itali, kecuali pada akhir abad XVI, yaitu setelah kurang lebih dua abad dari munculnya buku Pacioli. Pusat pelatihan para akuntan yang pertama di Itali didirikan di kota Venice pada tahun 1581 M., dan dikenal dengan nama Colege of Accountans. Setelah para peserta studi menerima ilmu dari lembaga tersebut, mereka diharuskan untuk berlatih (praktik kerja) di kantor-kantor akuntan yang telah teruji selama enam tahun, setelah itu, mereka diuji sebelum dapat mempraktikkan profesi akuntansi secara mandiri. (American Institute of Certified Accountants, 1970, hal.3) Demikian pula praktik kerja belum memiliki wujud yang diperhatikan sebelum munculnya buku Pacioli. Hal ini kembali pada keterbelakangan ilmu yang dialami Eropa pada saat itu, yang dikenal dengan masa kegelapan.

Di antara yang patut diperhatikan adalah Pacioli menyebutkan di dalam bukunya bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah ada sejak masa yang lama (Murray, 1930, hal. 16), tetapi ia tidak menyebutkan sejak kapan dan di mana sistem ini telah ada sejak lama. Apakah hal itu di dalam Republik Itali pada saat itu, ataukah di tempat lain. Demikian juga salah seorang peneliti, De Rover, berpendapat bahwa bab yang terdapat di dalam buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah suatu bentuk nukilan dari apa yang ada pada saat itu beredar di antara para murid dan guru di sekolah aritmetika dan perdagangan (Venetian Schole) atau dalam bahasa Inggris Schools of Commerce and Arithmetic. Dengan demikian, Pacioli hanyalah penukil (Transcriber ) atau pencatat terhadap apa yang beredar pada saat itu (Chatfield, 1968, hal. 45). Sesungguhnya ucapan ini tampak diterima oleh akalnya, namun terganjal oleh adanya hubungan antara para pedagang muslim dan para pedagang Itali. Tetapi, pertanyaan yang muncul adalah: Siapakah yang menemukan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi? Di mana hal itu? Dan bagaimana sistem ini bisa beralih ke tangan orang-orang Itali?

Mungkin dapat dikatakan bahwa pada saat Eropa hidup pada masa kegelapan, kaum muslimin telah menggunakan akuntansi dan ikut andil dalam mengembangkannya. Sementara itu, peradaban Islam, dalam pertumbuhan dan perkembangannya, berdiri di atas asas kebahagiaan manusia melalui hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam dan hal-hal yang dapat merealisasikan bagi manusia integrasi antara tuntutan-tuntutan spiritual dan tuntutan-tuntutaan material. Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala:

“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al Qashash :77).

Orang-orang Arab, terutama di Makah, kemudian kaum muslimin setelah itu, menggunakan akuntansi untuk menentukan keuntungan dengan mengukur kelebihan yang ada pada aset mereka. Peradaban Islam selamanya telah disifati sebagai peradaban Arab. Tampaknya, hal ini dikarenakan kaum musliimin menggunakan bahasa Arab, yang merupakan bahasa AlQur’an. Di samping itu,karena orang-orang Arab adalah para pedagang yang tangguh di Eropa, Afrika, dan Asia. Pada hakikatnya, peradaban yang dikenal oleh masa Islam adalah bersumber dari Islam, dan pembangunnya adalah kaum muslimin. Peradaban Islam ini, dengan segala karakter, arah pandang, dan sumbernya, berbeda dengan seluruh peradaban sebelumnya dan yang sesudahnya. Oleh karena itu merupakan suatu kesalahan, mengatakan bahwa ia adalah peradaban Arab. Ia adalah peradaban Islam yang belum pernah ada bandingannya di dunia ini, sebelum dan sesudahnya. Di samping itu, Islam menolak fanatisme golongan, maka orang-orang yang ikut andil dalam membangun peradaban Islam bukan saja orang-rang Arab. Bahkan, banyak dari ilmu yang ditemukan dan dikembangkan oleh kaum Muslimin non-Arab. Dengan demikian tidak boleh menyandarkan peradaban Islam kepada orang-orang Arab saja atau kepada kelompok tertentu selain mereka. Kaum muslimin memiliki pengaruh yang besar terhadap orang-orang yang dijumpainya dari berbagai macam bangsa, melalui perjalanan dagang mereka. Sebagai contoh kami sebutkan pengaruh para pedagang Yaman terhadap orang Indonesia dan Malaysia, yakni mereka itu berpindah agama, dari Budha ke Islam.

Demikian pula, banyak orang-orang Eropa yang mengunjungi dunia Islam terpengaruh dengan apa yang mereka rasakan di negeri Islam. Banyak di antara mereka yang masuk Islam ketika mereka merasakan kekuatan pendorong yang merubah orang-orang badui yang memeluk Islam menjadi ulama’ dan pemimpin. Sebagian peneliti telah merasakan pengaruh peradaban Islam dan kaum muslimin terhadap dunia, yakni salah seorang dari mereka mengatakan bahwa para pedagang Itali telah menggunakan huruf-huruf Arab (Have, 1976, hal. 33), di samping angka-angka Arab juga. Di samping itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh penduduk dahulu, dan sistem ini tersebar di Itali melalui perdagangan. Demikian pula bahwa di sana terdapat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu telah mencatat pemasukan dan pengeluaran tunai pada lembaran-lembaran yang berhadapan dengan sistem debet dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19--20). Tidak diragukan lagi, mereka itu adalah orang-orang Arab terdahulu sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz, setelah itu diikuti oleh kaum muslimin. Demikian pula perkataan peneliti ini bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah tersebar di Itali melalui perdagangan, yang dimaksudkan adalah melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah menjalin hubungan dagang yang kuat dengan orang-orang Itali; dan tidak ada seorang pun yang mendahului mereka dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar dari masa kegelapan.

Tahun 1202 M. adalah tahun dimasukkannya angka-angka Arab dan aritmetika--yang keduanya ditemukan oleh kaum muslimin--ke Eropa, yaitu melalui buku yang ditulis oleh Leonardo of Pisa Putra Bonnaci (Fibonnaci) yang banyak melakukan perjalanan ke dunia Arab. (Brown, 1968, hal.11). Tentu saja, hal ini bukan berarti akuntansi tidak sampai ke Itali melalui para pedagang muslim, sebelum tahun 1202 M. Sebab, sangat memungkinkan, hubungan dagang dan akibat yang ditimbulkannya seperti adanya hubungan cinta kasih antara kaum muslimin dan orang-orang orang Itali telah membuka jalan bagi penggunaan angka-angka Arab dalam skala yang terbatas, sehingga buku Leonardo of Pisa mendapatkan sambutan yang baik ketika terbit. Buku Leonardo of Pisa memuat bab-bab tentang aritmetika yang menjelaskan cara penjumlahan, pengurangan, menentukan harga, barter dan persekutuan-persekutuan terutama yang serupa dengan Syirkah Tadlamun. Buku ini mendapatkan perhatian besar dari para pedagang, karena menyajikan cara baru penomoran dari satu sampai sepuluh. Cara ini tidak akan disajikan kepada orang-orang Eropa di Itali kecuali setelah nyata berhasil penerapannya di negara Islam di sisi penemunya, kaum muslimin. Dengan sistem ini, masalah-masalah akuntansi yang dihadapi oleh para pedagang pada saat itu berhasil diselesaikan. Secara umum, bahasa Arab adalah bahasa yang populer di dunia Islam. Sebagian wilayah Islam bahasanya bukan bahasa Arab, namun bahasa mereka ditulis dengan huruf-huruf Arab. Sebagian studi menunjukkan bahwa huruf-huruf Arab digunakan dalam 39 bahasa selain bahasa Arab, di Asia. Afrika dan Eropa. Di antara bahasa-bahasa Asia yang menggunakan hurup Arab adalah bahasa Turki, Parsi, Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India, Usbek, Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi dan Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika yang ditulis dengan huruf-huruf Arab antara lain : Qubataliyah, Syalhaniyah, Sawahiliyah, Bumbariyah, Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, dan Fayarijiyah. Sedangkan di Eropa, bahasa yang menggunakan huruf Arab antara lain: Sanukan, Qazan, dan Qumnuk (Hawaditus Sa’ah, 1995, No. 52). Sebagaimana telah dikatakan, orang-orang Eropa dan orang-orang Amerika mengkaitkan peradaban Islam dengan orang-orang Arab boleh jadi dikarenakan orang-orang Arab menjadi pelopor dalam penyebaran agama Allah, Islam. Di samping menyebarkan agama Allah, mereka juga menyajikan peradaban mereka yang tumbuh dan berkembang dari celah-celah Islam. Di antaranya adalah perdagangan, dan ilmu-ilmu yang lain.. Hal ini ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yang datang dari timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yang bermacam-macam, berbagai penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, dan matematika. (Woolk, 1912, hal. 54).

Peradaban Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan-tuntutan syari’at Islam yang berasaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah. As Sunnah mengandung seluruh ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Muhammad bin Abdillah shallahu `alaihi wasallam, sebagaimana yang dihafal oleh para sahabat ridlwanullah ‘alaihim. Sangat disayangkan, kita dapati sebagian penulis dari kalangan non Islam tidak berusaha memahami Islam secara benar, dan mengulang-ulang pendapat yang tidak sesuai dengan kedudukan ilmiah mereka tanpa memikirkan hasil dari apa yang mereka tulis. Di antaranya adalah definisi yang mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad shallallahu `alaihi wasallam, yaitu seorang pemimpin yang di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan banyak pengetahuan dan hikmah kepada para pengikutnya. (Haskins, 1900, hal. 11). Dengan definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur'an bukan dari sisi Allah. Salah satu penelitian modern yang dilakukan oleh salah seorang peneliti Muslim bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin dipetik dari Islam dalam pengembangan akuntansi dan kerangka perdagangan tidak dapat diambil manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yang mendalam.(Hamid et al, 1993, hal 132). Hal ini menunjukkan bahwasanya sangat mendesak, kebutuhan untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang non muslim, terutama para pemikir mereka, tentang hakikat Islam dan apa saja yang dapat dipersembahkan kepada manusia, di samping apa yang telah dipersembahkan kepada mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yang dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan mereka.

Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H./1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah,. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan.



Al Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku--barangkali yang dimaksudkan adalah manuskrip-manuskrip--yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul :”Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat”. Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis buku “Risalah Falakiyah” tersebut. Dalam bukunya yang masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan hal-hal beriktu ini:

· Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi.

· Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan.

· Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.



Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntasni yang populer pada saat itu, yaitu pada tahun 765 H./1363 M. antara lain:

· Akuntansi Bangunan.

· Akuntansi Pertanian.

· Akuntansi Pergudangan

· Akuntansi Pembuatan Uang.

· Akuntansi Pemeliharaan Binatang.



Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat itu dan kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan yang disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah sebagai berikut:” Ketika menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan basmalah, “Bismillahir Rahmanir Rahim”. Jika hal ini yang dicatat oleh Al Mazindarani pada tahun 765 H./1363 M., maka hal ini pula yang disebut oleh penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, “harus dimulai dengan ungkapan “Bismillah’.” (Brown and Johnson, 1963, hal. 28)

Salah seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan di negara Islam, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.

2. Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.

3. Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.

4. Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata.

5. Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor. Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo bandingannya yang ada di kantor.

6. Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut.

7. Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.

8. Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan sejenis dalam satu kelompok.

9. Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber pemasukan-pemasukan tersebut.

10. Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut.

11. Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.

12. Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi-transaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi yang sejenis itu saja.

13. Harus memindahkan transaksi-transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang berdiri sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku-buku yang lain.

14. Setelah mencatat dan memindahkan transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 163--165)

Kalau kita perhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu mencatat pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan, dengan sistem debet dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19--20). Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yang telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin 9 dan 10, menggambarkan bentuk tertentu yang memberikan andil dengan suatu sistem atau dengan yang lain dalam pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi debet di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di sebelah kanan, baik dalam satu halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan.

Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara Islam adalah Al-Khitamah dan Al Khitamatul Jami’ah. Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan Al-Khitamatul Jami’ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila Al-Khitamatul Jami’ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami’ah tidak disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al Khitamatul Jami’ah, maka ia dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 138)



Berikut ini adalah contoh-contoh dari Al Khitamah :



Bismillaahirrahmaanirahiim

Laporan keuangan per 1 Muharam sampai 30 Dzul Hijjah tahun .. H.



Sumber-Sumber Keuangan:

a) Pajak-pajak dari ... tanggal ...... 000

b) Pemasukan dari .. . tanggal ...... 000

Di samping itu adalah :

a) Pindahan dari tahun buku yang lalu 000

b) Penjualan-penjualan 000

c) Denda-denda 000

d) Wesel-wesel 000

_____

Jumlah 000



Penggunaan Dana

a) Wesel-wesel ke kantor lain 000

b) Pembelian-pembelian kantor 000

c) Pengeluaran-pengeluaran lain 000

____ 000



Saldo 000



Kalau kita perhatikan contoh laporan yang dikenal dengan nama Al Khitamah tersebut, sesungguhnya hal itu serupa dengan apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Qoimatu Mashadir Wastikhdamatil Amwal (Daftar Sumber dan Penggunann Keuangan). Hal ini menunjukan bahwa Al Khitamah adalah sumber rujukan bagi daftar yng digunakan sekarang ini, dan telah ada serta digunakan sejak berabad-abad yang silam.



Sesungguhnya pembuatan laporan keuangan di negara Islam harus bersandar pada dokumen-dokumen yang mempertegas keberadaan dan kebenaran data-data yang dijadikan dasar untuk membuat laporan. Negara Islam telah mengenal penting pemenuhan dokumen-dokumen yang memadai untuk setiap transaksi.



Sistem dokumentasi termasuk tuntunan syar’i yang asasi sesuai dengan Al-Qur’anul Karim yang merupakan sumber asasi dan utama dalam syariat Islam. Sebaik-baik mengenai hal itu adalah firman Allah ‘Azza Wa Jalla :

“ . . . . .dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya . . . . .”

“ . . . . . . dan persaksikanlah apa bila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan .. . . . . “ (Al Baqarah : 282)



Berdasarkan hal tersebut, maka merupakan suatu keharusan memenuhi dokumen-dokumen secara sempurna sebelum mencatat transaksi keuangan apa pun di dalam buku. Hal ini diperkuat oleh apa yang ditemukan di dalam perpustakaan Mesir, yaitu adanya bukti tanda terima (receipt) dari zaman negara Islam, yang didalamnya tertera tahun 148 H./756 M. receipt ini telah memenuhi persyaratan yang dituntut pada saat itu, dan sesuai dengan apa yang digunakan pada waktu sekarang. Hal ini merupakan bukti lain tentang kemajuan sistem akuntansi dan sistem dokumentasi masa negara Islam dalam bentuk yang tiada duanya. Bahkan, pengelolaan bukti transaksi pada masa kita sekarang ini hampir sesuai dengan apa yang digunakan pada masa negara Islam sejak abad I H.

Receipt-receipt yang berlaku pada masa negara Islam harus memenuhi persyaratan, yaitu memuat data-data pokok, yang di antaranya adalah : tanggal pengeluaran, jumlah, tempat pengeluaran, saksi transaksi, nama, tanda tangan dan sebab-sebab pembayaran. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 144 --145). Persyaratan tersebut, yang berlaku pada masa negara Islam sejak abad II H. atau abad VIII M. adalah persyaratan yang berlaku sekarang ini, pada akhir abad XX M. Namun sumber-sumber Barat tidak menyebutkan sumber data-data yang digunakan pada masa sekarang ini, sebagaimana halnya Pacioli tidak menyebutkan sumber tulisannya.

Ketika mengeluarkan receipt, yang digunakan pada masa negara Islam, receipt yang asli diberikan kepada yang membayar jumlah tersebut. Receipt yang asli ini dinamakan thiraz. Sedangkan salinan receipt tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar pencatatan di dalam buku akuntansi. Sebab, pencatatan di dalam buku-buku akuntansi bersandar pada dokumen-dokumen lain, yang dikenal dengan nama syahid. syahid ini termasuk dari dokumen-dokumen lain seperti receipt. Dengan demikian syahid menggambarkan tentang journal voucher. syahid ini dibuat oleh seorang akuntan disetujui oleh pimpinan kantor, atau menteri atau wakilnya. Persetujuan ini termasuk suatu bentuk perizinan untuk menggunakan syahid sebagai asas pencatatan di dalam buku. Persetujuan pimpinan kantor, atau menteri atau wakilnya dengan menulis kata “yuktab (dicatat)”. Dengan adanya persetujuan terhadap syahid itu, seorang akuntan melakukan pencatatan transaksi-transaksi di dalam buku-buku berdasarkan realitas syahid itu. Kemudian, akuntan tersebut menyimpan syahid tersebut dan tetap menjadi tanggung jawabnya sebagai petunjuk untuk transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku akuntansi, melalui pemberian kuasa oleh pimpinan kantor, atau materi atau wakilnya.



Apabila transaksi keuangan telah terjadi di luar ibu kota wilayah Islam, maka pelaksanaan seperti di atas harus diikuti juga dengan mengirimkan salinan syahid, ke ibu kota wilayah Islam. Ketika menerima salinan syahid, maka sulthan, (penguasa) memberikan stempel pada salinan syahid tersebut, atau disimpan sebagai dasar untuk pelaksanaan pembukuan kantor pusat. Hal ini menunjukan bahwa disana terdapat kegandaan dalam pencatatan transaksi keuangan yang terjadi di luar tempat tinggal sulthan, di ibu kota wilayah. Tampaknya istilah yang dikenal dengan Al Qaidul Muzdawaj (Pembukuan Ganda/Double Entry) dalam bahasa-bahasa asing, yang dicetuskan oleh buku Pacioli, boleh jadi bersumber dari hal ini. Ini hanya sekadar kesimpulan dari kami, dan kami tidak memiliki bukti pendukung yang mempertegas penggunaan istilah ini di dalam negara Islam. Di antara dalil-dalil lain yang menunjukkan perkembangan akuntansi di dalam negara Islam adalah adanya tuntutan asasi yang menghendaki pentingnya penyimpanan buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengannya secara sistematis, juga tuntutan untuk membuat indeks buku-buku dan dokumen-dokumen secara sistematis agar mudah dilihat sewaktu diperlukan, setelah selesai pencatatan di buku-buku dan selesai penyempurnaan penyimpanan dokumen-dokumen di map-map. Di samping itu, membuka buku-buku dan dokumen-dokumen tersebut, setelah tutup buku, harus memenuhi persyaratan tertentu yang intinya menghendaki pentingnya persetujuan salah seorang pegawai senior di kantor itu. (Ibid , hal. 147 )



Di antara perkara lain yang memiliki pengaruh terhadap sistem akuntasi dan mendapatkan perhatian besar di negara Islam adalah Sistem Pengawasan Intern yang merupakan bagian penyempurna bagi sistem akuntansi. Sejak awal, negara Islam telah memiliki sistem pengawasan yang ketat terhadap pemasukan-pemasukan dan pengeluaran-pengeluaran, karena pemasukan negara Islam tidak saja berasal dari berbagai sumber, tetapi juga memiliki jumlah yang besar sekali. Sistem pengawasan yang diperlukan bagi sistem akuntansi dirancang dengan cara menampakan kekurangan macam apa pun di dalam kas negara secara langsung melalui ketidakseimbangan buku-buku. Di antara yang patut disebutkan adalah salah seorang sahabat yang mulia, yaitu ‘Amir Ibnul Jarrah berkirim surat kepada Amirul Mu’minin Khalifah Umar Ibnul Khaththab, radliyallahu’anhu, menjelaskan adanya kekurangan di Baitul Mal sebesar satu dirham. (Ibid , hal . 13). Hal ini menunjukkan kehebatan sistem yang digunakan pada saat itu, dari satu sisi, dan dari sisi yang lain menunjukkan efektivitasnya. Demikian pula, Al Mazindarani di dalam bukunya pada tahun 765 H./ 1363M., menyebutkan bahwa sistem pengawasan intern memiliki signifikansi, dan digunakan di seluruh kantor . Hal inilah yang menegaskan bahwa Pacioli bukanlah orang pertama yang memberikan perhatian pada sistem pengawasan intern; juga termasuk sesuatu yang menunjukkan adanya hubungan antara manuskrip Al Mazindarani dan buku Pacioli, dari sisi kemungkinan Pacioli bersandar pada apa yang terdapat di dalam manuskrip Al Mazindarani.



Dari apa yang telah ditemukan mungkin dapat dikatakan bahwa perkembangan sistem akuntansi, pelaksanaan pembukuan, penentuan buku-buku akuntansi, sistem dokumentasi, laporan keuangan, dan sistem pengawasan intern di dalam negara Islam telah memberikan andil dalam mewujudkan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry) dan perkembangnya. Namun, istilah yang kami gunakan ini, yaitu sistem pencatatan sisi-sisi transaksi, atau istilah yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) tidak digunakan di dalam negara Islam. Tetapi dapat kita simpulkan, sebagaimana telah dikemukakan, bahwa kegandaan pembukuan di setiap ibu kota wilayah dan tempat terjadinya transaksi boleh jadi merupakan penyebab timbulnya penggunaan istilah yang dikenal dengan pembukuan ganda (double entry). Ini dari sisi penggunaan istilah. Adapun dari sisi praktik, maka sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dari segi pelaksanaan pembukuan, bukan dari segi penamaannya, telah dicatat oleh Al Mazindarani di dalam bukunya pada tahun 765 H. /1363 M., namun dalam bentuk yang berbeda dengan apa yang disebutkan oleh buku Pacioli. Tetapi, perbedaannya tidak menyentuh inti pencatatan sisi transaksi . perbedaan ini hanya terjadi pada cara pengungkapan tentang sisi-sisi transaksi, sebagaimana terlihat jelas pada contoh-contoh berikut ini :



Contoh Pertama



Tampaknya, contoh pertama ini sangat sulit dibaca, demikian juga contoh-contoh yang lain, karena tulisan itu sangat lama. Contoh-contoh ini terdapat di dalam manuskrip Al Mazindarani halaman 28 a. dan 28 b. Penulisan ulang (terjemahan) bagian-bagian tersebut mungkin penting bagi kita, yaitu sebagai berikut :



Upah-upah

Atas jaminan Al Fanar

Tanggal 10 Jumadil Akhir 841 H.

Dibayarkan kepada Abdullah, pegawai pencetakan uang

Uang tunai yang dibayarkan 500 dinar



Gandum Kapas

15 ember kecil x 3 dinar = 45 dinar 22 mann x 2,5 dinar = 55 dinar

Jumlah nilai barang dan uang tunai 600 dinar.



Dari penjelasan contoh pertama sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka kita dapat memahami bahwa telah dilakukan pembayaran sejumlah 500 dinar secara tunai dan sejumlah 100 dinar dalam bentuk barang, yaitu 15 ember kecil gandum seharga 3 dinar per ember kecil. Jadi jumlah harga gandum yang dibayarkan kepada Abdullah adalah 45 dinar. Di samping itu, 22 mann kapas dengan harga 2,5 dinar per mann (seberat 2 kati). Jadi, jumlah harga kapas yang dibayarkan adalah 55 dinar. Dengan demikian total nilai barang yang dibayarkan adalah 45+55 = 100 dinar. Contoh pertama ini mungkin diungkapkan dengan bahasa lebih sederhana sebagai berikut :



-Upah yang dibayarkan secara tunai : 500 dinar

-Upah yang dibayarkan dalam bentuk barang: 100 dinar



-Gandum 15 ember kecil @ 3 dinar 45

-Kapas 22 mann @ 2,5 dinar 55 ___

Total upah yang dibayar 600 dinar

Hal ini mungkin dapat diungkapkan dengan cara sekarang, sesuai dengan sistem akuntansi, yaitu sebagai berikut :

Dinar Dinar

Upah 600

Kas 500

Gudang 100

Gandum 15 ember kecil @ 3 dinar 45 dinar

Kapas 22 mann @ 2,5 dinar 55 dinar ___ ___

600 600

=== ===



(Dibayarkan kepada Abdullah secara tunai di samping gandum dan kapas)



Conto Kedua





Contoh kedua ini terdapat di dalam manuskrip Al Mazindarani halaman 30 a, 30 b, dan 31 a. Bentuknya yang asli ini dapat dijelaskan sebagai berikut :



Alasan-alasan pengeluaran atas jaminan

Tuan Najibuddin Al Balhi, kewajiban satu tahun penuh

pada awal Rabi`ul Akhir 842 H.



Stok barang 300.000 dinar

Pada neraca 280.000 dinar

Di antara hal itu dari wilayah 140.000 dinar



Beasiswa Biaya pembantu Biaya hidup pembantu lama

60.000 dinar 20.0000 dinar 20.000 dinar



Biaya untuk pemasukan dan pengeluaran Derma-derma

20.000 dinar 20.000 dinar



Ithlaqiyyah 140.000 dinar



Biaya kertas 80.000 Pembayaran pegawai gudang 60.000 dinar



Sisanya sesuai dengan susunan ini 20.000 dinar.

Di samping itu, dari pemasukan pertanian 30.000 dinar



Dari anggur kering Dari buah badam

200 wiqr x 100 dinar=20.000 dinar. 50 wiqr x 200 dinar=10.000 dinar



Jumlah yang ada pada konsultan dari sisa dan tambahan 50.000 dinar



Dari contoh no. 2, kita pahami bahwa di sana ada barang di gudang senilai 300.000 dinar. Demikian pula telah diterima pendapatan berupa barang senilai 30.000 dinar. Jadi, total barang di gudang senilai 330.000 dinar. Dari total barang di gudang, dibayarkansenilai 140.000 dinar, yang diambilkan dari penghasilan wilayah. Dibayarkan juga jumlah yang serupa dari jumlah yang sah di dalam neraca yang dinamakan ithlaqiyyah. Juga dibayarkan senilai 50.000 dinar kepada kepada orang yang diundang, Najibuddin Al Balhi. Kalau diperhatikan bahwa jumlah yang terakhir telah dibayarkan berupa barang. Sementara itu, kita dapati bahwa dua jumlah yang dibayarkan dari penghasilan wilayah dan dari perimbangan tidak ditentukan. Barangkali, keduanya dibayar secara tunai setelah barang-barang tersebut diubah menjadi tunai. Berdasarkan hal ini, kita dapat mengulang pengilustrasian contoh no. 2 dengan bahasa yang sederhana sebagaimana yang digunakan sekarang ini sebagai berikut:



Dinar Dinar

Barang di gudang 30.000



Bea siswa 60.000 Dinar

Gaji para pembantu 20.000

pensiun para pembantu 20.000

Transport-transport 20.000

Derma-derma 20.000

Dari pemasukan wilayah 140.000

Kertas-kertas dan keperluan kantor 80.000 dinar

Dibayarkan kepada pegawai gudang60.000

Ithlaqiyyah (neraca) 140.000

Dibayarkan kepada Najibuddin Al Balhi 50.000

Anggur kering 200 wiqr

@ 100 dinar 20.000 dinar

Buah badam 50 wiqr

@200 dinar 10.000 dinar

Pemasukan pertanian 30.000



330.000 330.000

====== ======



Hal ini dapat diilustrasikan ulang dengan cara sekarang dari segi akuntansi sebagai berikut

Dinar Dinar

Bea siswa 60.000

Gaji Pembantu 20.000

Gaji pensiunan pembantu 20.000

Biaya transportasi 20.000

Derma-derma 20.000

Kertas-kertas dan kebutuhan kantor 80.000

Gaji pegawai gudang 60.000

Untuk jaminan Najibuddin Al Balhi 50.000

Barang di gudang 300.000

Pemasukan penghasilan

pertanian 30.000

Anggur kering

200 wiqr x 100 dinar 20.000 dinar

Buah badam

50 wiqr x 200 dinar 10.000

------------ ---------------

330.000 330.000

======= ======



Dari contoh no 1 dan 2, kita melihat adanya pencatatan sisi-sisi debet dan kredit, meskipun metode yang dipakai oleh Al Mazindarani berbeda dengan metode sekarang sebagaimana yang disebutkan Pacioli. Namun kita dapati tegaknya asas-asas yang membatasi sisi-sisi debet dan kredit, yang kita namakan Thariqah Itsbat Athrafil Mu`amalat (Sistem Pencataan Sisi-Sisi Transaksi), dan orang-orang banyak menamakannya Thariqah Al Qaidul Muzdawaj (Sistem Pembukuan Ganda/Double Entry) sebagai terjemahan dari apa yang ditulis oleh Pacioli. Berdasarkan hal tersebut minimal dapat dikatakan bahwa Sistem Pencatatan Sisi-Sisi Transaksi asasnya telah terdapat di dalam negara Islam meskipun dengan sistem yang berbeda dengan apa yang disebutkan oleh Pacioli, yaitu melalui catatan-catatan yang ada sampai waktu sekarang. Barangkali para peneliti masa mendatang akan menemukan catatan-catatan sejarah dari masa negara Islam dengan berbagai tahapannya, yang menunjukkan bahwa kaum muslimin menggunakan suatu sistem yang lebih berkembang untuk pencatatan sisi-sisi transaksi, menyerupai apa yang disebutkan oleh Pacioli.





Adapun contoh no 3. menunjukkan data-data sebagai berikut:



Stok barang 300.000 dinar

Neraca 320.000

Di antara hal itu pada wilayah 150.000

Bea kuburan Gaji Pembantu Sultan Pensiun para pembantu

Amirul mu’minin Husain

60.000 dinar 50.000 dinar 40.000 dinar

Ithlaqiyyah darinya 170.000 dinar

Tuan Karkir Akji Amir Ali Bakawul

120.000 dinar 50.000 dinar

Tambahan pada pokok 20.000 dinar



Dari informasi keuangan yang disebutkan di sini dalam contoh no. 3, dapat kita pahami sebagai berikut:

Sesungguhnya di sana ada stok barang senilai 300.000 dinar, dan jumlah yang sah “neraca” adalah 320.000 dinar. Ini menunjukkan adanya kekurangan senilai 20.000 dinar, dan inilah yang ditunjukkan dengan ungkapan “tambahan pada pokok”. Demikian pula kita pahami bahwa jumlah yang sah tersebut telah dibelanjakan sebagai berikut: 150.000 dinar untuk pengeluaran wilayah, terdiri dari 40.000 dinar untuk perbaikan kuburan Amirul mu’minin Husain, 60.000 dinar dibayarkan kepada pembantu Sulthan, dan 50.000 dinar dibayarkan kepada para pembantu yang pensiun. Di samping itu, telah dibayarkan sejumlah 170.000 dinar, yakni 120.000 dinar kepada Tuan Imad sebagaimana terlihat di dalam jumlah khusus di dalam neraca, dan 50.000 dinar tidak dikhususkan dalam neraca dibayarkan kepada Tuan Amir Ali.

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan, dapat kita ulang pengilustrasian contoh no. 3 dengan bahasa yang sederhana sebagaimana yang digunakan pada masa sekarang sebagai berikut:

Barang di gudang 300.000 dinar

Derma untuk perbaikan kuburan

Amirul mu’minin Husain 40.000 dinar

Gaji pembantu Sultan 60.000

Pensiun para pembantu 50.000

Tuan Imad direktur pengelola

gudang (dari dalam neraca) 120.000

Amir Ali, kasir

(dari luar neraca) 50.000

Tambahan pada pemasukan

(kekurangan) ------------ 20.000

320.000 320.000

====== ======



Dengan sistem sekarang dari sisi akuntansi, pengilustrasian no. 3 dapat diulang sebagai berikut:

Dinar Dinar

Derma perbaikan kuburan

Amirul mu’minin Husain 40.000

Gaji pembantu Sulthan 60.000

Pensiun para pembantu 50.000

Tuan Imad, pengelola gudang 120.000

Amir Ali, kasir 50.000

Barang di gudang 300.000

Kekurangan neraca 20.000 ----------

320.000 320.000

====== ======



Sekali lagi kita dapati bahwa contoh no 3 membatasi macam-macam pengeluaran dan jumlahnya sebagaimana pula membatasi sisi-sisi yang menentukan pengeluaran. Di samping membatasi unsur-unsur debet dan kredit, contoh ini juga membatasi sumber-sumber pengeluaran................................ ..................................hal 76....... Demikian pula menjelaskan adanya kekurangan di dalam neraca. Hal inilah yang telah kami jelaskan bahwa negara Islam sejak masa pertumbuhannya telah mengenal sistem pengawasan intern, yakni mampu mengungkap suatu kekurangan, baik yang diperkenankan sebagaimana keadaan di sini atau karena kesalahan sebagaimana terjadi pada masa Amirul mu’minin Umar Ibnul Khaththab, yaitu ketika seorang sahabat, Amir Ibnul Jarrah menjelaskan adanya kekuarangan di Baitul Mal sebesar satu dirham.





Adapun contoh no. 4 semisal dengan contoh no. 3 dari segi topik, sehingga tidak perlu dijelaskan . Contoh no. 4 berisi hal-hal berikut ini:

Stok barang 300.000 dinar

Dari jumlah itu dikeluarkan 240.000 dinar

Neraca 150.000 dinar

Bea siswa Gaji pembantu Persiun para pembantu

40.000 70.000 dinar 40.000 dinar

Ithlaqiyyah darinya 90.000 dinar

Tuan Imaduddin Karkir Akji Ali Bakawul

60.000 30.000 dinar

Sisa pada pekerja 60.000 dinar



Penjelasan contoh no. 4 tidak berbeda dengan contoh no. 3 dari segi substansinya, maka kami tidak mengulanginya. Namun, kami hanya mengulang pengilustrasian contoh no. 4 dengan bahasa sederhana sebagaimana yang digunakan sekarang, yaitu sebagai berikut:



Dinar Dinar

Barang di gudang 300.000

Bea siswa 40.000

Gaji pembantu 70.000

Pensiun para pembantu 40.000

Imaduddin, pengelola gudang 60.000

Ali, kasir 30.000

Sisanya pada pekerja 60.00 -----------

300.000 300.000

Adapun sistem sekarang dari sisi akuntansi, pengilustrasian contoh no. 4 dapat diulang sebagai berikut:

Dinar Dinar

Bea siswa 40.000

Gaji pembantu 70.000

Pensiun para pembantu 40.000

Imaduddin, pengelola gudang 60.000

Ali, kasir 30.000

Barang digudang 240.000

----------- ------------

240.000 240.000

======= =======





















H/ Barang di gudang

Bea siswa 40.000 saldo 300.000

Gaji pembantu 70.000

Pensiun para pembantu 40.000

Imaduddin, pengelola

gudang 60.000

Ali, kasir 30.000

240.000 300.000

======= =======

saldo 60.000









PEMBAHASAN KEDUA

Faktor-Faktor yang Mengantarkan

Perkembangan Akuntansi di Negara Islam



Salah seorang penulis mengatakan bahwa setiap ilmu tumbuh dari suatu kemahiran yang diupayakan. Sebelum menjadi ilmu, harus ada praktik dan pengalaman, berdasarkan hal ini, maka ilmu itu merupakan hasil dari pengalaman yang menentukan tanda-tanda ilmu tersebut. (Heaps, 1985, hal. 21)



Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Heaps, maka munculnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi atau yang dikenal dengan nama sistem pembukaan ganda (double entry), baik sebagai ilmu maupun sebagai seni, atau sebagai yang lain, harus tumbuh dari suatu kemahiran yang diupayakan. Kemahiran yang diupayakan ini harus tegak di atas adanya suatu praktik kerja. Demikian pula, praktik kerja ini bukan lahir dengan sendirinya, namun tegak di atas suatu bangunan yang tinggi dan kokoh. Bangunan yang tinggi nan kokoh ini adalah pengetahuan yang turun menurun dari generasi ke generasi. Jadi, hal ini mempertegas bahwa pengetahuan yang dapat menumbuhkan adanya praktik kerja dan kemahiran untuk sistem pencatatan sisi-sisi transaksi asasnya telah ada di negara Islam, yang timbul karena adanya berbagai faktor. Sementara itu, kami tidak melihat adanya faktor apa pun yang membantu perkembangan ini di dalam Republik Itali. Di antara yang patut disebutkan bahwa akuntansi yang kami lihat praktiknya di dunia Arab, kemudian perkembangannya di dunia Islam, telah dijelaskan oleh Al Mazindarani bahwa itu merupakan suatu ilmu. Namun, kami tidak setuju bahwa itu sebagai ilmu, sebagaimana yang akan dijelaskan pada bab III, pembahasan pertama.



Baik sebagai ilmu atau seni, atau yang lain, di sana terdapat berbagai faktor yang ikut andil, atau pada hakikatnya mengundang pekerjaan akuntansi di negara Islam. Faktor-faktor ini berkaitan erat dengan kebutuhan-kebutuhan negara Islam dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin secara pribadi. Di antara faktor-faktor tersebut adalah pendirian kantor-kantor pemerintahan, speisialisasi kemampuan, dan kebutuhan terhadap adanya pegawai yang kapabel. Di samping faktor-faktor tersebut yang erat kaitannya dengan kebutuhan negara Islam, di sana terdapat faktor lain yang ikut andil dalam peletakan dasar-dasar akuntansi dan mendorong pengembangan akuntasi di dalam negara Islam, dari sisi kebutuhan pribadi muslim, yaitu faktor zakat. Sebab, seorang muslim senantiasa membutuhkan suatu cara yang membantu dirinya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim dari segi perhitungan zakat yang harus dikeluarkan sesuai dengan syari’at Islam, yang merupakan salah satu rukun Islam.



Pedirian kantor-kantor pemeintahan berakitan erat dengan sistem administrasi, sejak pendirian awal negara Islam di Madinah Al Munawwarah pada tahun 622 M., yaitu pada tahun pertama Hijriyah. Pada saat itu, kantor-kantor pemerintahan dikenal dengan nama Dawawin, dan bentuk tunggalnya adalah diwan . Kata diwan berasal dari kata Parsi, tetapi definisi dan penggunaanya telah berjalan di negara Islam. Kata diwan artinya adalah tempat bekerja para pegawai, yaitu tempat pencatatan dan penyimpanan buku-buku akuntansi (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 26). Ibnu Khaldun berkata, “Asal penamaan ini adalah, pada suatu hari Kisra melihat para pegawai di kantornya sedang menghitung sendiri, seolah-olah mereka berbicara (sendiri). Lalu, Kisra berkata, “Diwanah”. Arti kata tersebut adalah “gila”, lalu tempat mereka itu dikatakan “Diwanah”. Karena kata tersebut sering diucapkan, huruf ha’nya dibuang untuk mempermudah pengucapan, dan menjadi kata “diwan”. (hal. 268)

Tampaknya, kata diwan telah digunakan bersamaan awal reformasi sistem kantor-kantor pemerintahan dalam bentuk yang lebih baik dari yang sebelumnya. Salah satu ensiklopedi ilmiah menyebutkan bahwa sistem resmi pertama untuk diwan-diwan telah dibuat sekitar tahun 14 H./634 M. (Britanica, Vol. 22, hal. 109) yakni pada masa Khalifah Umar Ibnul Khaththab radliyallahhu’anhu.

Adapun spesialisasi kemampuan memepunyai signifikansi, karena adanya pembagian fungsi dan pekerjaan di negara Islam. Hal ini telah dimulai pada masa kehidupan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam (Muhammad Al Marisi Lasin, 1973, hal. 5). Demikian pula hak dan kewajiban para pegawai di semua level dari sistem administrasi telah dikenal sejak pendirian negara Islam di Madinah pada tahun 622 M. Rasulullah Muhammad shallallahu `alaihi wasallam memiliki 42 penulis yang memiliki spesialisasi di dalam pemerintahannya yang didirikan di Madinah. Setiap pegawai memiliki peran tertentu, demikian pula kewajiban dan gaji mereka juga tertentu dan jelas. (Muhammad Al Hawari (A), 1989, hal. 5).

Adapun para pegawai yang kompeten telah mendapatkan perhatian dari negara Islam. Sejak awal, negara Islam telah menaruh perhatian pada pemilihan pegawai yang berspesialisasi. Demikian pula kebijakan Rasulullah Muhammad shallallahu `alaihi wasallam dalam memilih pegawai, yaitu dari orang-orang yang beliau pandang memiliki kapabilitas dan kapasitas untuk menduduki jabatan. Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam memilih para pegawai itu dari para sahabatnya yang memiliki kapabilitas serta kemampuan dan kelayakan untuk menerima jabatan. (Muhammad Hawari (B), 1989, hal. 16).

Di negara Islam, para akuntan terbagi dalam tujuh fungsi, enam fungsi berkaitan dengan pekerjaan akuntansi, dan satu fungsi khusus untuk mengoreksi pembukuan. Fungsi pengoreksian pembukuan memiliki kepentingan khusus, hal ini serupa dengan yang kita namakan muraja’atul hisabat ( pengoreksian pembukuan/auditing), atau tadqiqul hisabat (pengakurasian pembukuan), atau ar riqabatul kharijiyyah (pengawasan ekstern). Namun, kami hanya menganggap penamaan yang pertama sebagai ungkapan yang paling tepat untuk watak pekerjaan tersebut. Adapun penamaan kedua dan ketiga, kami pandang tidak sesuai dengan watak pekerjaan tersebut dan tugas yang diberikan kepada auditor. Tugas auditor adalah memeriksa apa yang telah dibukukan. (Al Qalqasyandi, hal. 130-139). Al Qalqasyandi telah menggambarkan tugas seorang auditor dan kebutuhan terhadapnya. Dia berkata, “Enam yang lain tidaklah terpelihara dari sifat lupa dan kesalahan dalam menghitung atau mencatat, sebagaimana yang sudah terkenal bahwa manusia itu tidak melihat kesalahan-kesalahannya sendiri tetapi melihat kesalahan-kesalahan orang lain, maka pimpinan kantor harus memilih seseorang untuk mengoreksi pembukuan. Orang yang dipilih tersebut harus menguasai bahasa Arab, hafal Al Qur’anul Karim, cerdas, berakal, jujur, tidak menyakiti orang lain. Ketika seorang auditor merasa puas terhadap isi buku yang dikoreksinya, dia harus memaraf buku tersebut sebagai tanda bahwa dia telah puas dan menerima isi buku tersebut. (Ibid).

Adapun zakat juga termasuk bagian dari unsur-unsur yang ikut andil dalam pengembangan akuntansi di negara Islam. Ini jika tidak termasuk unsur asasi. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, dan di negara Islam, dibayarkan kepada Baitul Mal. Baitul Mal ini sekarang dinamakan Perbendaharaan Umum atau Perbendaharaan Negara. Al Qur’anul Karim telah menentukan sumber-sumber yang wajib dikeluarkan zakatnya, dan obyek-obyek penyalurannya sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala:



“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.” (At Taubah : 60)



Seorang muslim wajib membayar zakat, maka seorang muslim senantiasa membutuhkan suatu cara yang dapat membantunya dalam menentukan jumlah zakat yang harus dibayarnya. Oleh karena itu, kami tidak menganggap mustahil bahwa masalah penentuan jumlah zakat merupakan faktor asasi yang mengantarkan kepada pengembangan akuntansi di negara Islam. Hal itu agar seorang muslim dapat mengetahui perubahan-perubahan pada hartanya, dan selanjutnya adalah perhitungan zakat yang harus dikeluarkan karena bertambahnya harta seorang muslim selama satu tahun penuh, di samping dari laba yang diperoleh dari modal yang berputar.



Perkembangan akuntansi di negara Islam mencapai puncaknya dalam membangun pengertian akuntansi sebagai suatu sarana untuk pengambilan keputusan sebagai tujuan asasi bagi penggunaan akuntansi. Anehnya, hal inilah yang menjadi tujuan penggunaan akuntasi pada masa kita sekarang ini. Para penulis sekarang ini mengaku bahwa merekalah yang mengembangkan pengertian ini pada abad sekarang. Barangkali, pengakuan mereka ini disebabkan oleh kejahilan mereka terhadap sejarah dan peran akuntansi di negara Islam. Demikian pula, boleh jadi mereka membangun tujuan ini pada abad XX M., sementara tujuan ini telah populer di negara Islam sejak abad I H. atau abad VII M. Di antara yang menjelaskan tujuan ini dan realisasinya di negara Islam adalah perkataan Imam Syafi’i rahimahullah : “Barang siapa mempelajari hisab (akuntansi) pikirannya bagus.” (Husain Syahatah, 1993, hal. 45). Perlu diketahaui bahwa Imam Safi’i hidup pada tahun 150-204 H./767-820 M. Hal ini tidak saja menjelaskan peran yang dimainkan akuntansi dan signifikansinya pada waktu itu, tetapi juga menjelaskan pengetahuan masyarakat pada saat itu terhadap peran dan signifikansi tersebut. Hal ini tampak dalam bentuk khusus, ketika ucapan ini datang dari seorang yang faqih, bukan datang dari spesialis akuntansi. Setelah itu, Imam Syafi’Ii menjelaskan ucapannya itu, yaitu sesungguhnya seorang pedagang atau yang lain tidak dapat mengambil keputusan secara benar atau mengeluarkan pemikiran yang tepat tanpa bantuan data-data yang tercatat dalam buku. (Ibid). Para fuqaha’ berkata bahwa di antara kewajiban seorang muslim adalah mempelajari hukum-hukum ibadah yang menjadikan shalat, shaum, dan zakatnya sah, serta hal-hal yang harus diketahui untuk menunaikan manasik hajinya. Demikian pula dia harus mengetahui hukum-hukum jual beli jika ingin berprofesi sebagai seorang pedagang; dan mempelajari akuntansi, sehingga ia tiadak berbuat zhalim dan tidak dizhalimi. Hal inilah yang disebut ilmu dlaruri. (Abu Hamid Al Ghazali, 1400 H., vol. 1, juz 1--3, hal. 42--30) juga (Sayid Sabiq,1403 H./1983 M., vol. III, juz 11--14, hal. 125--126).

Pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya telah berkembang dari sekadar sebagai sarana untuk menentukan modal di akhir periode V dan untuk mengukur keuntungan melalui selisih modal pada dua priode, hal ini terjadi pada masa sebelum Islam, menjadi sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan dan penentuan tanggung jawab, hal ini terjadi pada berbagai masa negara Islam. Al Qalqasyandi berkata, “Seorang akuntan harus berpegang pada aturan-aturan atau format-format yang telah disiapkan sebelumnya, dan tidak boleh melanggar selamanya”. (hal. 54). Hal ini menunjukkan perkembangan akuntansi dan adanya sistem pengawsan intern yang berkaitan erat dengannya. Semuanya itu diprogram, diinterpretasikan, dan diaplikasikan menurut syariat Islam. Demikian pula perkembangan dalam pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya ini terlihat dalam perkataan Al Qalqasyandi yang lain. Dia berkata, “Sesungguhnya pekerjaan akuntansi dibangun atas dasar kenyakinan”. (hal. 154). Perkataan ini, secara khusus, memantulkan dalam pemikiran kami akan pentingnya sistem dokumentasi. Sebab, hitungan-hitungan yang dicatat dalam buku harus diyakini kebenarannya; dan keyakinan ini tidak akan terwujud kecuali dengan adanya bukti-bukti yang memadai yang dapat menetapkan terjadinya transaksi dari satu sisi, dan kebenaran pencatatan di dalam buku dari sisi yang lain.

Perkembangan akuntasi di negara Islam tampak jelas pula bahwa seorang akuntan yang bertanggung jawab atas pembukuan pengeluaran-pengeluaran harus meneliti pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh perangkat negara itu, untuk membuat ketetapan apabila terdapat perbedaan-perbedaan di antara tahun-tahun keuangan. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 37). Ini merupakan bukti lain tentang pengembangan pengertian akuntansi sebagai sarana informasi yang bertujuan mengambil keputusan sekitar jalannya pengeluaran-pengeluaran itu. Hal ini mengandung pembatasan perbedaan apa pun atau keraguan-keraguan dari tahun ke tahun. Selanjutnya adalah pembatasan penanggungjawab perbedaan-perbedaan tersebut, lalu pengambilan-pengambilan tindakan-tindakan yang pasti ketika perbedaan-perbedaan itu tidak dapat di tolerir.

Imam Ghazali menyebutkan bahwa faktor yang mendukung perkembangan pengertian akuntansi, dan selanjutnya adalah perkembangan tujuan penggunaan adalah perhatian terhadap pengawasan diri. (juz XV, hal. 6-7). Sesunguhnya asas dalam pengawasan diri adalah takut kepada Allah. Ini adalah ciri seorang muslim penganut aqidah yang mengetahui bahwa Allah melihatnya. Selanjutnya, dia akan mengawasi dirinya karena dia mengetahui di sana ada Pengawas yang dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh manusia, dan dapat mendengar apa yang tidak dapat didengar oleh selain-Nya di antara makhluq-makhluq-Nya. Hal ini tampak jelas di dalam firman Allah Tabaraka Wa Ta’ala:

“Dan jika kamu melihatkan apa yang ada di hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu”. (Al Baqarah:284)



Pengawasan diri inilah yang menjadikan seorang muslim menghisab dirinya sebelum dihisab, khususnya mereka yang memiliki nafsu lawwamah.

Dalam hal ini, Khalifah Umar Ibnul Khaththab radliyallahu `anhu berkata, “Hisablah diri kalian sebelum dihisab; timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbangkan; dan bersiap-siaplah kalian untuk menghadapi penampakan amal”.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa perkembangan buku-buku akuntansi dan kantor-kantor pemerintahan terjadi pada masa khalifah Al Faruq Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab radliyallahu `anhu , maka kita patut mengkaitkan antara perkataannya ini dan perkembangan tersebut, dan bagaimana beliau menerjemahkan jiwa lawwamah ke dalam realitas secara umum, dan barangkali dari segi keuangan secara khusus. Wallahu A’lam. Sebab, pengawasan diri dan muhasabah terhadap diri merupakan tuntutan asasi dari ajaran syari’at Islam sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunah. Diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala:



“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadap dirimu”. (Al Isra':14)



Dari As Sunnah An Nabawiyyah, sesungguhnya pengawasan tersebut dari hasil muhasabah terhadap diri sendiri. Muhasabah yang dimaksud dalam hal ini adalah pertanggungjawaban . Hal ini tampak jelas di dalam perkataan Nabi shallallahu `alaihi wasallam:



“Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ditanya tentang empat perkara, yaitu : tentang umurnya, dihabiskan untuk apa; tentang masa mudanya, dihabiskan untuk apa; tentang hartanya, dari mana diproleh dan dibelanjakan untuk apa; dan tentang ilmunya, apa yang telah diperbuat dengan ilmu tersebut”. (H.R. Tirmidzi, dan menurut beliau hadits ini hasan shahih).



Hadits lain adalah dari Miqdam bin Ma’di Yakrib bahwa sayyidul basyar, Muhammad shallallahu `alaihi wasallam menepuk pundaknya, kemudian berkata:



“Wahai Qadim (Miqdam? pen,) beruntunglah kamu, jika kamu meninggal tidak dalam keadaan menjadi amir, tidak menjadi pencatat (katib), dan tidak menjadi pemimpin”. (H.R. Abu Dawud)



Makna kata “katib” disini adalah pencatat pekerjaan dan penghitungnya. (Zakiyyudin Abdul Azhim bin Abdul Qawiy Al Mundziri, 1986, juz 3, hal. 159)

Sebelumnya telah dikatakan bahwa awal pencatatan transaksi di dalam buku bersamaan dengan berawalnya negara Islam pada masa Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam sebagai akibat bertambahnya pemasukan negara dari berbagai penaklukan dan zakat, terutama setelah pemasukan tersebut semakin banyak dan tidak seluruhnya dapat dibagikan pada saat itu. Tidak diragukan lagi bahwa pencatatan di dalam buku pada awal masa tersebut berjalan sesuai dengan cara yang diikuti sebelum Islam. Tetapi, pelaksanaan pencatatan tersebut berkembang pada masa khalifah kedua, yaitu khalifah Al Faruq Umar Ibnul Khaththab radliyallahu `anhu pada tahun 14--24 H. /636--646 M. Beliaulah yang memerintahkan mencatat harta umum diklasifikasikan sesuai dengan sumber pendapatannya. Perkembangan pada masa khalifah Umar Ibnul Khaththab ini meliputi penentuan hakikat buku yang harus digunakannya dan cara mengaplikasikannya, serta dokumen-dokumen yang harus dimilikinya sebagai asas pencatatan dan harus disimpan setelah dicatat untuk memperkuat apa yang telah dicatat.

Pada awal kehidupan negara Islam, buku-buku akuntansi masih berupa kertas-kertas terpisah, tidak berbentuk buku yang berjilid. Orang pertama yang memasukkan buku-buku dan catatan yang terjilid sebagaimana yang kita kenal pada masa tersebut adalah Khalifah Al Walid bin Abdul Malik, pada tahun 86--96 H. /706--715 M. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 36). Ini berarti bahwa hal ini terjadi kurang lebih tujuh ratus sembilan puluh tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Sementara itu, sistem buku akuntansi ini telah mencapai puncaknya pada masa Daulat Abasiyyah pada tahun 132--232 H. /750--847 M. Yakni, pada tahun 132 H. /750 M. Khalid bin Burmuk terpilih menjadi kepala Diwan Kharaj (Diwan pemasukan hasil-hasil pertanian) dan Diwan tentara. Khalid bin Burmuk melakukan reformasi sistem kedua Diwan tersebut dan mengembangkan buku-buku akuntansi serta memberi nama khusus terhadapnya.

Pada masa negara Islam, buku catatan pertama dikenal dengan nama “Jaridah”. Dari sini tampak garis hubungan antara buku Pacioli yang terbit pada tahun 1494 M. dan sumber rujukan buku tersebut, karena pada sebagian yang disebutkannya terdapat banyak kesamaan dengan apa yang digunakan pada masa negara Islam. Di dalam bukunya, Pacioli telah menjelaskan bahwa buku catatan pertama yang harus digunakan dikenal dengan nama “Journal” dalam bahasa Ingris (Brown dan Johnson, 1963, hal. 43) atau “Zornal” dalam bahasa Itali sebagaimana dikenal di kota Venice . (Martinelli, 1977, hal. 25). Dua kata ini, yaitu Journal dan Zornal merupakan terjemahan secara harfiah dari bahasa Arab, yaitu dari kata “Jaridah”. Jaridah adalah nama untuk buku catatan pertama pada masa negara Islam, yaitu pada masa Daulat Abbasiyyah, sekitar tahun 132 H. /749 M.,yaitu tujuh ratus empat puluh lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa asas atau sumber rujukan bagi apa yang dipraktikkan di Republik Itali sebagaimana tersebut dalam buku Pacioli adalah apa yang telah dipraktikkan di negara Islam. Di antara yang harus dipraktikkan di negara Islam adalah pencatatan “Jaridah” sebelum memakainya. Pencatatan ini, sebagaimana yang telah kami sebutkan, berlangsung ketika distempel dengan stempel Sulthan. Praktik ini adalah bagi instansi-instansi pemerintahan Islam. Barangkali juga bagi pribadi-pribadi dan lembaga-lembaga khusus. Demikian pula Ibnu Khaldun yang hidup pada masa Daulat Abbasiyyah dan menulis bukunya tahun 167 H. /784 M. Mengatakan bahwa seorang akuntan harus memakai buku-buku akuntansi yang sesuai, dan mencatat namanya di akhir buku, serta menstempelnya dengan stempel Sulthan. Stempel tersebut memuat nama Sulthan atau simbol khusus bagi Sulthan. Stempel tersebut dibubuhkan di salah satu sisi buku .(halaman 205). Sesungguhnya penggunaan kata “buku-buku akuntansi yang sesuai” oleh Ibnu Khaldun menunjukkan semenjak abad ke-2 Hijriyah dan barangkali sebelum itu, kaum muslimin menggunakan buku-buku akuntansi yang beragam sesuai dengan perbedaan karakter kegiatan, baik tingkat negara maupun pribadi.

Dahulu, “Jaridah” digunakan untuk mencatat pemasukan-pemasukan dan pengeluaran-pengeluaran, tetapi secara terpisah. Yakni, ada jaridah untuk pemasukan dan ada jaridah untuk pengeluaran. Hal ini termasuk serupa dengan apa yang sekarang dikenal dengan nama Specialised Journals. Adapun transaksi-transaksi lain dicatat dalam buku yang dikenal dengan nama Daftarul Yaumiyyah (Daily Book/Buku Harian).

Buku harian yang dikenal di negara Islam tujuh ratus empat puluh lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli adalah buku harian yang digunakan sekarang di dunia, dan dikenal dengan nama General Journal. Buku harian ini dikenal di seluruh diwan di samping specialised journals. Dahulu, buku harian ini digunakan untuk mencatat seluruh transaksi keuangan khusus bagi diwan dan transaksinya dengan orang lain. Buku ini serupa dengan apa yang sekarang dikenal di negara-negara Arab dengan nama Daftarul Yaumiyyatil `Ammah (Buku Harian Umum).

Menurut An Nuwairi, yang meninggal pada tahun 734 H. /1336 M. atau kurang lebih tiga puluh satu tahun sebelum munculnya buku Al Mazindani, pekerjaan pembukuan tunduk pada praktik-praktik tertentu dan jelas. Sebab,seluruh harta yang masuk atau keluar harus dicatat sesuai urutan waktu terjadinya, juga harus dicatat tanggal terjadinya setiap transaksi. Demikian pula, keharusan mencatat transaksi menurut urutan waktu terjadinya tidaklah terbatas pada transaksi-transaksi keuangan saja atau yang memiliki nilai keuangan, tetapi mencakup juga seluruh transaksi yang berhubungan dengan diwan dan yang lain. (An Nuwairi, hal. 273--275). Pencatatan di buku harian berlangsung dari realitas syahid yaitu yang sekarang dikenal dengan nama journal voucher, yang disiapkan oleh akuntan, yang melakukan pencatatan di buku. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 131--132). Hal ini menunjukkan kesinambungan pengembangan di dalam pekerjaan akuntansi yang awalnya bersamaan dengan munculnya negara Islam tahun 622 M., dan menjadi kokoh pada masa Khalifah Umar Ibnul Khaththab, serta semakin kokoh pada masa Daulat Abbasiyyah. Kemudian bertambah berkembang setelah itu sebagaimana yang kita rasakan dari apa yang disebutkan oleh An Nuwairi.

Daulat Abbasiyyah, 132--232 H. /750-847 M. memiliki banyak kelebihan dibandingkan yang lain dalam pengembangan akuntasi secara umum dan buku-buku akuntansi secara khusus. Sebab pada saat itu, masyarakat Islam menggunakan dua belas buku akuntansi khusus (Specialized Accounting Books). Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi dan berkaitan erat dengan fungsi dan tugas yang diterapkan pada saat itu. Di antara contoh buku-buku khusus yang dikenal pada masa kehidupan negara Islam itu adalah sebagai berikut:



1. Daftarun Nafaqat (Buku Pengeluaran). Buku ini disimpan di Diwan Nafaqat, dan diwan ini bertanggung jawab atas pengeluaran Khalifah, yang mencerminkan pengeluaran negara.

2. Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.

3. Daftar Amwalil Mushadarah (Buku Harta Sitaan). Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin. Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabat-pejabat senior negara pada saat itu. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 41).



Umat Islam juga mengenal buku khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al Auraj, yaitu serupa dengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors or Accounts Receipable Subsidiary Ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa Parsi, kemudian digunakan dalam bahasa Arab. Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu setiap halaman dikhususkan untuk setiap orang yang dibebani untuk membayar pajak, di dalamnya dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang harus dilunasi. Penentuan jumlah pajak yang harus dilunasi didasarkan pada apa yang dinamakan Qanunul Kharaj (Undang-Undang Perpajakan). (Al Mazindarani 765 H./1363 M.)

Di samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islam mengenal pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Ar Ra’ij minal mal, yang dimaksudkan ialah piutang yang memungkinkan untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Ad Duyunul Jayyidah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Collectable Debts.

2. Al Munkasir minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang mustahil untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Bad Debts atau Uncollectable Debts.

3. Al Muta’adzir wal mutahayyir wal muta`aqqid minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang diragukan untuk didapatkan, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Doubtful Debts. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 141).



Dari pembagian piutang tersebut ada dua hal penting yang patut didapatkan, yaitu: pertama, pengaruh kehidupan perdagangan terhadap pekerjaan akuntansi, sebagaimana yang telah kami kemukakan pada pendahuluan Bab I; dan yang kedua adalah pembagian ini hanya berpengaruh terhadap penggambaran kondisi keuangan baik bagi negara maupun pribadi, khususnya untuk tujuan zakat. Sebab, penggambaran kondisi keuangan menuntut ketelitian dalam penggambaran hak dan kewajiban. Tidak diragukan lagi bahwa mereka mengetahui pentingnya inventarisasi para debitur untuk mengetahui apa yang mungkin diperoleh pada masa-masa mendatang. Jika tidak, tentu mereka tidak segera mengelompokkan piutang dalam tiga kelompok tersebut. Pengelompokan ini adalah pengelompokan yang digunakan pada masa kita sekarang tanpa menyebutkan bahwa sumbernya adalah di negara Islam. Hal ini mempertegas sekali lagi pentingnya zakat sebagai faktor asasi yang membantu pengembangan akuntansi. Hal ini jika tidak ada faktor lain, maka zakat adalah faktor yang pertama. Sebab, perhitungan zakat menuntut pentingnya inventarisasi para debitur dan kreditur untuk mengetahui pengaruh para debitur dan kreditur terhadap jumlah zakat.

Teruskan Baca......