SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI EARLY RIDHO KISMAWADI & SEMOGA BERMANFAAT, Jangan Lupa Tinggalkan Commentnya

Kamis, 31 Mei 2012

Pendekatan Utama di dalam Ekonomi Politik Internasional


Citra Adelia – 070912037 (Tugas EPI: 2) Pendekatan Utama di dalam Ekonomi Politik Internasional Merkantilisme, liberalisme ekonomi, dan marxisme, merupakan tiga pendekatan yang dianggap sebagai pendekatan utama di dalam ekonomi politik internasional oleh sebagian besar penstudi hubungan internasional. Jika pada studi hubungan internasional isu-isu yang dibahas terdahulu adalah mengenai perang dan damai atau konflik dan kerjasama, maka dengan kemunculan ekonomi politik internasional, isu bahasan bergeser ke dalam ranah isu kekayaan dan kemiskinan, mengenai aapa yang di dapatkan di dalam sistem internasional oleh para aktor. Merkantilisme, merupakan sebuah pendekatan yang memandang bahwa elit-elit politik merupakan aktor utama dalam pembangunan negara modern. Pandangan utama dalam pendekatan merkantilisme adalah ekonomi merupakan alat politik yang digunakan sebagai dasar kekuasaan politik. Sehingga para penganut merkantilisme beranggapan bahwa kegiatan ekonomi harus tunduk pada tujuan utama dalam membangun negara yang kuat, hal ini tentu tidak terlepas dari asumsi bahwa ekonomu merupakan alat politik bagi sebuah negara (Sorensen, 1999: 232). Merkantilisme memandang perekonomian internasional sebagai ajang konflik karena di dalamnya terdapat kepentingan-kepentingan yang bertentangan dibandingkan sebagai arena kerjasama yang menguntungkan. Dengan kata lain, merkantilisme melihat perekonomian internasional sebagai arena zero-sum game dimana keuntungan negara dianggap sebagai kerugian bagi negara lainnya. Selain itu, merkantilisme berasumsi bahwa kekayaan material negara perlu dikhawatirkan, sebab melalui keuntungan ekonomi relatif yang dimiliki negara, maka negara tersebut akan mampu memperkuat kekuatan politik dan militer untuk melawan negara lain (Sorensen, 2005: 232). Merkantilisme melihat terdapat dua bentuk persaingan ekonomi antarnegara, yaitu benign mercantilism atau merkantilisme ramah, dimana negara berupaya untuk memelihara kepentingan nasionalnya karena hal ini dianggap sebagai unsur penting bagi keamanan dan ketahanan negara. Merkantilisme ramah bersifat bertahan. Jenis kedua adalah malevolent mercantilism atau merkantilisme jahat. berpandangan bahwa ekonomi internasional merupakan arena imperialis, eksploitasi, serta perluasan nasional. Maka dari itu disebut dengan merkantilisme yang bersifat agresif atau jahat (Gilpin, 1987: 234). Dalam pendekatan merkantilisme ini negara dipandang sebagai aktor utama yang berperan dengan tujuan utama meningkatkan kekuatan negara. Ekonomi dan politik, yaitu kekayaan dan kekuasaan dinilai saling melengkapi satu sama lain. Melalui kekayaan ekonomi, negara akan mampu meningkatkan power di dalam bidang politik dan militer, begitu pula sebaliknya, melalui keuataan politik dan militer, negara akan dengan mudah mendapatkan keuntungan ekonomi. Pendekatan utama lain adalah liberalisme ekonomi. Liberalisme ekonomi muncul sebagai kritik terhadap pendekatan Merkantilisme yang melihat ekonomi sebagai alat politik negara untuk meningkatkan powernya. Pada pendekatan liberalisme ekonomi, ekonomi dan politik cenderung menjadi dua komponen yang terpisahkan. Meskipun para kaum liberalis beranggapan bahwa pasar tidak boleh mengikutkan campur tangan pemerintah, namun hubungan antar ekonomi dan politik ini tergambar secara implisit. Pasar dianggap muncul dan mengalami perluasan secara spontan untuk memuaskan kebutuhan manusia. Adam Smith menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka pasar, uang, serta institusi ekonomi tercipta. Pemikiran dasar mengenai sistem pasar sendiri ditujukan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi guna mensejahterakan manusia (Gilpin, 1987: 28). Adam Smith sebagai bapak ekonomi liberal berpandangan bahwa ekonomi pasar adalah sumber utama kemajuan, kerjasama, dan kesejahteraan. MEskipun tidak secara eksplisit menjelaskan hubungan ekonomi dan politik, namun pernyataan dan asumsi-asumsi dari leiberalis ekonomi ini sendiri cukup menggambarkan adanya keterkaitan antara ekonomi dan politik dalam cakupan interrnasional. Smith melihat bahwa campur tangan politik melalui peraturan negara akan menyebabkan konflik dan kemunduran (Sorense, 2005: 235). Jika pada pendekatan merkantilisme negara dianggap sebagai aktor utama yang berperan dalam ekonomi politik internasional, pada pendekatan liebralisme ekonomi, individu sebagai konsumen dan produsen menjadi aktor utama. Peran negara di dalamnya hanya berfungsi untuk mencegah kegagalan pasar atau sebagai penyedia barang publik saja. Kegiatan ekonominya bersifat positive sum game, seiring perkembangannya, pasar merupakan arena kerjasama yang dapat meberi keuntungan timbal balik bagi negara yang berpartisipasi di dalamnya. Pendekatan ketiga adalah pendekatan marxisme. Jika liberalisme ekonomi melihat perekonomian sebagai arena yang saling menguntungkan, berbeda dengan mrxisme yang berpandangan bahwa perekonomian adalah arena eksploitasi manusia dan perbedaan kelas. Hampir sama dengan merkantilisme yang memandang perekonomian sebagai zero sum game, marxisme menggunakannya pada hubungan antar kelas selain hubungan antar negara. Jika merkantilisme menempatkan ekonomi sebagai alat politik, yang berarti poltiik memiliki posisi di atas ekonomi, marxisme adalah kebalikannya. Marxisme menempatkan ekonomi di atas politik. Di dalam perekonomian kapitlais, marxis melihat adanya du akelas yang tercipta, yaitu borjuis dan proletar (Sorensen, 2005: 235-236). Kapitalisme dianggap oleh kaum marxisme sebagaisebuah langkah kemajuan, dimana buruh dapat menjual tenaganya dan memperoleh imbalan, selain itu kapitalisme juga dipandang membuka jalan bagi revolusi sosial. Dominasi kaum borjuis dalam perekonomian kapitalis ini dipandang juga memiliki kecenderungan untuk mendominasi sektor politik. Jika pada merkantilisme negara sebagai aktor utamanya dan pada liberalisme ekonomi individu merupakan aktornya, pada marxisme negara dianggap tidak otonom, kegiatan ekonomi dan politik digerakkan oleh kepentigan kelas-kelas penguasa. Selain itu kapitalisme dianggap bersifat ekspansif, perluasan inilah menjadi salah satu bentuk globalisasi ekonomi, dimana banyak perusahaan transnasional raksasa yang berkuasa (Sorensen, 2005: 240). Pada intinya, pendekatan marxisme beranggapan bahwa aktor utama adalah kelas-kelas. Bahwasanya kelas-kelas penguasa yang mendominasi salah satu sektor juga akan mendominasi sektor lainnya. Dominasi kelas ekonomi akan juga mendominasi sektor politik, dan fokus bahasan pada pendekatan marxisme ini adalah seputar pembangunan kapitalis global yang menyebabkan krisis antar negara dan juga antar kelas. Ketiga pendekatan yang disebutkan di atas merupakan tiga pendekatan utama dalam pembahasan ekonomi politik internasional. Ketiganya muncul sebagai reaksi atas pendekatan lainnya. Merkantilisme melihat bahwa negara akan menggunakan ekonomi sebagai alat poltiik yang mampu meningkatkan power bagi negara. Liberalisme ekonomi berpandangan bahwa negara tidak seharusnya memberi campur tangan pada perekonomian. Dan marxisme mngkritisi pandangan liberalisme ekonomi yang melihat pasar sebagai arena kerjasama, marxisme lebih melihat pasar sebagai arena eksploitasi kelas. Meskipun saling mengkritisi satu sama lain, ketiga pendekatan ini memberikan alternatif-alternatif pandangan yang variatif dalam melihat hubungan antar aekonomi dan politik internasional. Referensi: Gilpin, Robert. 1987. “Three Ideologies of Political Economy”, dalam The Political Economy of International Relations. New Jersey: Princetin University Press, pp.25-64. Jackson, Robert & Sorensen, Goerg. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Oxford University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar