SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI EARLY RIDHO KISMAWADI & SEMOGA BERMANFAAT, Jangan Lupa Tinggalkan Commentnya

Sabtu, 17 April 2010

Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam




 
Kebijakan fiscal merupakan  kebijakan yang berkaitan dengan ketentuan, pemeliharaan dan pembayaran dari sumber-sumber yang diperlukan untuk memenuhi fungsi-fungsi public dan pemerintahan.
Kebijakan fiscal ditempuh melalui pengendalian anggaran pendapatan dan belanja Negara. Instrumen-instrumen yang dimainkan adalah pos-pos pendapatan dan pos-pos pengeluaran di dalam anggaran keuangan Negara, terutama pajak dan subsidi.

Sumber pendapatan fiscal
Zakat : mengeluarkan kadar tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu.

Kharaj: pajak atas tanah pertanian atau pajak hasil bumi, yaitu pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat.

Jizyah: pajak yang dikenakan atas orang-orang non yang hidup diawah pemerintahan Islam tetapi tidak mau masuk Islam. Pajak yang dikenakan atas mereka merupakan kompensasi atas fasilitas-fasilitas ekonomi, social, dan layanan kesejahteraan yang diterima dari pemerintahan Islam juga sebagai jaminan dan keamanan hidup dan harta mereka.
Jizyah juga sebagai alat penyeimbang kewajiban mengeluarkan zakat yang dikenakan kepada orang-orang Islam.
Jizyah disebut juga dengan pajak kepala (poll-tax).

‘Usyr atau bea cukai adalah pajak atas barang-barang komoditas yang masuk ke Negara Islam.
Pajak ini belum dikenal pada masa Nabi saw dan Abu Bakar Siddiq. Umar bin Khattab lah yang pertama sekali memperkenalkan pajak ini dalam system keuangan Islam.

Ghanimah
Harta rampasan perangterdiri dari  empat jenis yaitu: tentara yang ditawan, perempuan dan anak-anak yang ditawan, tanah, dan saib atau harta yang diperoleh seorang tentara Islam dalam pertempuran, baik berupa pakaian, senjata, maupun kuda yang ditungganginya.

Perempuan dan anak-anak boleh dibagikan dan tidak harus dibunuh, tanah yang ditinggalkan menjadi milik Negara, sedangkan tanah yang tuannya terbunuh 4/5 menjadi milik pejuang Islam atau milik pembunuh, atau menjadi milik Negara sedangkan 1/5 menjadi  milik baitul mal. Sedangkan barang-barang lain seperti senjata  menjadi milik pejuang Islam.

Adapun metode pembagian harta rampasan perang adalah 4/5 untuk pasukan atau tentara Islam yang dirinci menjadi 2 bagian untuk pasukan berkuda, 1 bagian untuk pasukan yang berjalan kaki, dan 1 bagian untuk penunjuk jalan, perawat, dan kaum wanita yang ikut membantudi medan perang. 1/5 bagian Rasul sesuai dengan ketentuan QS 8:4 dikeluarkan untuk Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan musafir.

Sumber-sumber Sekunder

Wakaf: asset yang dialokasikan umtuk kemanfaatan umat dimana substansi atau pokoknya ditahan, sementara manfaatnya dinikmati oleh masyarakat.
Nazar: Perbuatan untuk menafkahkan  atau mengorbankan kekayaan dalam jumlah tertentu demi mendapatkan ridho Allah jika tujuan  yang diinginkan bisa tercapai.
Nawaib:Pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada konglomerat muslim dalam rangka menutupi pengeluaran Negara.
Amwal fadla: Harta benda kaum muslimin yang tidak memiliki pewaris atau mempunyai waris tetapi tidak dapat menghabisi semua harta warisan, dan harta yang tidak mempunyai pemilik seperti barang-barang kaum muslimin yang meninggalkan negaranya. Termasuk juga dalam kategori ini adalah harta luqatah (tercecer), barang-barang amanah, pinjaman, dan tanah yang tidak diketahui siapa pemiliknya. Kekayaan seperti ini jika memang tidak diketahui pemiliknya, maka menjadi milik baitul mal.
Kafarat: Denda atau tebusan atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim terhadap ketentuan syara’. Ada beberrapa pelanggaran ketentuan syara’ yang harus dibayar adalah cara ini, misalnya membatalkan puasa tanpa ada uzur, membunuh secara sengaja, melanggar nazar, berburu pada musim haji, bersumpuah palsu, dan lain-lain.
Wasiat: Al Quran mengakui adanya wasiat sebagai institusi sukarela untuk pemindahan dan distribusi kekayaan (QS 4:11). Setiap orang memiliki hak dan wewenang untuk memberikan wasiat terhadap harta yang dimiliki erhadap siapa yang dikehendaki untuk tujuan serta maksud-maksud yang halal. Namun, wasiat yang diberikan tidak melebihi batas maksimum yang ditentukan syara’ yaitu sepertiga dari kekayaan. Aturan sepertiga yang ketat ini adalah demi kepentingan ahli waris yang sah. Karena pembagian pada ahli waris juga sangat membantu pendistribusian kekayaan.
Dll

Kaidah-kaidah Syariah tentang Pendapatan
  • Kaidah syari’ah yangberkaitan dengan kebijakan pungutan zakat fleksibeilitas, baik berupa maupun nilainya.
  • Kaidah syar’iyah yang berkaitan denga hasil pendapatan yang berasal dari asset pemerintah.
  • Kaiah syar’iyah yang berkaitan dengan kebijakan pajak kaidah dalalah dan kaidah darurah yaitu pungutan pajak hanya bagi orang yang mampu, untuk pembiayaan yang sangat diperlukan dan pemerintah tidak memiliki sector pemasukan lainnya.

Kebijakan belanja ekonomi Islam
  • Kebijakan belanja pemerintah harus mengikutikaidah mashlahah.
  • Menghindari masyaqqah harus didahulukan dari pada melakukan pembenahan.
  • Mudarat individu dapat dijadikan alasan untuk menghindari mudarat umum.
  • Pengorbanan kepentingan individu dapat dilakukan untuk menghindari kerugian dan pengirbanan dalam skala umum.
  • Belanja pemerintah harus didasarkan pada kaidah al-gunmu bil gurmi yaitu kaidah yang menyatakan bahwa yang mendapatkan manfaat harus siap menganggung beban.
  • Kaidah ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahu al-wajib yaitu kaidah yang menyatakan bahwa sesuatu hal yang wajib ditegakkan dan tanpa ditunjang oleh factor penunjang lainnya tidak dapat dibangun, maka menegakan factor penunjang tersebut menjadi wajib hukumnya.

Tujuan Pembelanjaan
  • Pengeluaran demi memenuhi kebutuhan hajat manusia.
  • Pengeluaran sebagai alat redistribusi kekayaan.
  • Pengeluaran yang mengarah pada semakin bertambahnya permintaan efektif.
  • Pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produkasi.
  • Pengeluaran yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan intervensi pasar.

Jenis Belanja
  • Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin.
  • Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia.
  • Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakat berikut system pendanaannya.
Beberapa Ketentuan Belanja Rutin
  • Kebjakan belanja rutin harus sesuai dengan azas mashlahat umum.Tidak boleh dikaitkan dengan kemashlahatan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu, apalagi kemashlahatan pejabat.
  • Kaidah atau prinsip efisiensi dalam belanja rutin yaitu mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dengan biaya yang semurah-murahnya. Kaidah ini membawa suatu pemerintahan yang jauh dari sifat mubazir dan kikir disamping alokasinya pada sector-sektor yang tidak bertentangan dengan syariah.
  • Tidak berpihak pada kelompok kaya dalam pembelanjaan, walaupun dibolehkan berpihak pada kelompok miskin.
  • Prinsip komitmen dengan aturan syar’iyah, maka alokasi belanja Negara hjanya boleh pada hal-hal yang mubah dan menjauhi yang haram.
  • Prinsip komitmen dengan skala prioritas syar’iyah, dimulai dari daruriah, hajiyah, dan tahsiniyah.

Kebijakan dan instrument Fiskal Pemerintahan Islam

            Dalam pemerintaha Islam, kebijakan fiscal telah dikenal sejak zaman Rasulullah Saw. Hingga zaman pertengahan. Pada zaman Rasulullah Saw. Dan para sahabat, Baitul Mal adalah lembaga pengelolaan keuangan Negara sehingga terdapat kebujakan fiscal seperti yang kita kenal saat ini. Kebijakan fiscal di Baitul Mal memberikan dampak positif terhadapa tingkat investasi, penawaran agregat, dan secara tidak langsung memberikan dampak pada tingkat inflasidan pertumbuhan ekonomi. Ciri kebijakan fiscal Baitul Mal di zaman Rasulullah Saw. Dan para sahabat adalah sebagai berikut:

  1. Sangat Jarang terjadi Anggaran Defisit
Dalam teori ekonomi, anggaran deficit ini akan menimbulkan berbagai persoalan akibat adanya pertambahan yang beredar, antara lain terjadinya inflasi dan melemahnya nilai tukar uang. Selama perjuangan Rasulullah Saw. Tercatat hanya sekali saja terjadi anggaran deficit. Hal ini terjadi ketika jatuhnya kota Makkah. Utang akibat anggaran deficit ini hanya dibayarkan kurang dari satu tahun, yaitu setelah usainya perang Hunayn.
  1. Sistem pajak proporsional (proposional Tax)
Sistem pajak proposional (proposional tax) adalah merupakan salah satu kontribusi Islam dalam instrument fiscal. Sistem ini menggantikan lump-sum tax yang telah dikenal lebih dahulu. Keunggulan system pajak proposional (proposional tax) adalah terbentuknya automatic stabilizer yang digambarkan dengan amplitude yang diperkecil. Artinya, apabila kondisi ekonomi sedang memuncak (booming), maka tidak terjadibubble, sebaliknya bila ekonomi sedang menurun, maka tidak terjadi crash.
  1. Besarnya Rate Kharaj Ditentukan Berdasarkan Produktifitas Lahan Bukan Berdasarkan  Zona.
Produktifitas lahan diukur dari tingkat kesuburan tanah, jumlah produk, marjetability produk pertanian yang ditanam di lahan tersebut, dan juga metode irigasinya. Dengan demikian, sangatlah mugkin lahan yang bersebelahan dikenakan rate kharaj yang berbeda. Dari kebijakan penentuan rate kharaj seperti ini menyebabkan pengusaha kecil yang kurang produktif dapat tetap berusaha di lokasi yang baik dan tidak terpinggirkan menjadi pedagang kaki lima.
  1. Berlakunya Regressive Rate untuk Zakat Peternakan
Yang dimaksud dengan regressive rate adalah penurunan rate karena jumlah hewan ternak yang dipelihara semakin banyak. Kebijakan regressive rate ini akan mendorong peternak untuk mem[perbesar skala usahanya dengan biaya produksi yan rendah. Hal ini mengakibatkan semakin besarnya supply hewan ternak dengan harga yang relative murah.
  1. Perhitungan zakat Perdagangan Berdasarkan besarnya keuntungan Bukan atas Harga Jual
Sistem perhitunan zakat perdagangnan berdasarkan keuntunga (profit atau quasi-rent) tidak mempengaruhi kyurva penawaran sehingga jumlah barang yang ditawarkan tidak berkurang dan tidak terjadi kenaikan harga jual. Hal ini bahkan menjadi insentif bagi pedagang untuk mencari keuntungan sejalan dengan kewajiban membayar zakat. Jumlah zakat yang diterima akan meningkat seiring dengan meningkatnya keuntungan pedagang.
  1. Porsi Besar untuk Pembanguanan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dan mendapat perhatian dan porsi yang sangat besar. Pada zaman Rasulullah Saw. Pembanganan infrastruktur berupa sumur umum, pos, jalan raya, dan pasar. Pembanguanan infrastruktur ini diikuti di zamam Khalifah Umar bin Khattab r.a dengan mendirikan kota dagang besar, yaitu Basrah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan romawi) dan kota Kuffah (sebagai pintu masuk perdagangan dengan Persia). Khalifah Umar bin Khattab r.a. juga membangun kanal dari Fustat ke laut Merah sehingga orang yang membawa gandum ke Kairo tidak perlu lagi naik unta karena mereka bisa menyebrang dari Sinai langsung menuju Laut Merah. Khalifah Umar bin Khattab r.a. juga menginstrusikan kepada gubernurnya di Mesir untuk membelanjakan minimal 1/3 dari pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur.
  1. Management yang baik untuk hasil yang baik
Management yang baik akan memberikan hasil yang baik. Hal ini dapat kita lihat di zaman Khalifah Umar bin Khattab r.r. diman apenerimaan Baitul Mal mencapai 180 juta dirham. Pada zaman ini, Umar bin Khattab r.a. mampu mengatur pemerintahan dengan baik sehingga tiap kota memberikan pajaknya ke pemerintah, memberi contoh untuk hidup sederhana sehingga korupsi tidak merajalela, sehingga penerimaan Baitul Mal besar. Sedangkan di zaman al –Hajjaj penerimaan pemerintah menurun drastic hanya 18 juta dirham. Beberapa hal yang menyebabkan penurunan penerimaan ini adalah karena ketidakmampuan pemerintah untuk mengatur kota-kota yang ada agar menyetorkan pajaknya dan juga tidak memberikan contoh hodup sederhana bahkan bahkan cenderung berfoya-foya. Pada zaman Umar ibn Abdul Aziz pemerintahan mulai membaik seperti di zaman Khalifah Umar bin Khatab r.a. pada than pertama pemerintahannya, penerimaan pemerintah mencapai 30 juta dirham dan ditahun kedua mencapai 40 juta dirham. Umar ibn Aziz pernah berkata, “seandainya saya memerintah satu tahun lagi, InsyaAllah penerimaan Baitul Mal akan sama dengan zamannya Khalifah Imar ibn Khattab.” Namun beliau meninggal pada tahun itu juga.
           
Di zaman Pertengahan Islam pernah terjadi inflasi. Hal ini disebabkan karena pemimpin lupa akan tanggung jawabnya dan membiarkan diri dimanja oleh para pengusaha. Para pengusaha ingin mengambil keuntungan dengan melakukan pendekatan kedapa penguasa. Para penguasa dan keluarganya hidup dalam kemewahan yang berasal dari pemberian pengusa. Pada zaman Abbasiyah, penguasa bergelimang kemewahan. Hal ini terkuak setelah jatuh dari tampuk kekuasaan, misalnya Ibn Furat mempunyai 160.000 dinar. Pada zaman ini, para mentri (wazir) biasa menerima pinjaman dari para pengusaha. MIsalnya Ibn Furat pada masa pemerintahannya (908-911 M) meminjam uang dari joseph ibn Phineas untuk membayar gaji pegawai di provinsi Ahwaz selama 2 bulan, Ali ibn Isa (912-916 M) meminjam 150.000 dirham kepada bankirnya setiap tanggal satu untuk membayar gaji tentara. Pembayaran kembali utang ini biasanya diambil dari pendapatan pemerintah di provinsi tersebut, misalnya pendapatan dari provinsi Ahwaz dijadikan pembayaran kembali utang.
  1. Jaringan Kerja antara Baitul Mal Pusat dengan Baitul Mal Daerah
Dengan semakin luasnya wilayah penerintahan Islam, Baitul Mal mulai didirikan di daerah-daerah. Dizaman Khalifah Ali r.a. disusun dasar-dasar dan tujuan administrasi Baitu Mal pusat dan Baitul Mal daerah, sehingga hubungan kerja antara pusat-daerah menjadi lebih luas.
Struktur APBN dan kebijakan yang diambil pada zaman pemerintahan Islam ditopang olah sejumlah instrument kebijakan fiscal yaitu:

  1. Peningkatan Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja
Untuk meningkatkan pendapatan nasional dan pertisipasi kerja, Rasulullah Saw. Menerapkan kebijakan sebagai berikut:
  1. Mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar.
Rasulullah Saw. Menggariskan bahwa setiap orang Anshar bertanggung jawab terhadap saudaranya dari kalangan Muhajirin. Kebijakan ini mendorong terciptanya distribusi pendapatan yang pada gilirannya meningkatkan permintaan agregatif (AD) di Madinah.
  1. Mendorong terjalinnya kerja sama kaum Muhajirin dengan Anshar.
Kaum Anshar yang memiliki tanah pertanian, perkebunan, dan tabungan maka terjalin kerja sama dengan kaum Muhajirin yang membutuhkan pekerjaan. Kerja sama ini berhasil menciptakan lapangan pekerjaan, memperluas produkasi, melengkapi fasilitas perdagangan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan modal.
  1. Membagikan tanah dan membangun perumahan untuk kaum Muhajirin.
Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar akan rumah, terjadi peningkatan partisipasi kerja.
  1. Membagikan 80% harta rampasan
Melalui kebijakan ini, terjadi peningkatan pendapatan yang ada pada akhirnya meningkatkan permintaan agregatif (AD).
  1. Pemungutan Pajak
Kebijakan pemungutan pajak terhadap setiap Jenis usaha berhasil menciptakan kestabilan harga dan mengurangi inflasi. Pada saat stagnasi dan menurunnya permintaan agregatif (AD) dan penawaran agregatif (AS), pajak (khususnya Khums) mendorong stabilitas pendapatan dan produksi total. Kebijakan ini juga tidak menyebabkan penurunan harga maupun jumlah produksi.
  1. Pengaturan Anggaran
Dengan mengatur APBN secara cermat dan proposional serta terus menjaga keseimbangan, tidak akan terjadi budget deficit, bahkan akan terjadi budget surplus seperti terjadi pada zaman Khulafaur Rasyidin.
  1. Penerapan kebijakan fiscal khusus
Pada masa Rasulullah Saw. Diterapkan beberapa kebijakan fiscal khusus yaitu:
    1. Meminta bantuan kaum muslimin secara sukarela atas permintaan Rasulullah.
    2. Meminjam peralatan dari kalangan non-Muslim dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi apabila alat tersebut rusak.
    3. Meminjam uang kepada orang tertentu dan memberikannya kepada orang yang baru masuk Islam.
    4. Menerapkan kebijakan pemberian insentif.

E. Efektivitas Kebijakan Fiskal
            Dalam menentukan kebijakan yang akan diterapkan, harus diketahui terlebih dahulu efektivektas kebijakan dengan menggunakan kurva IS-LM. Dalam teori Keynesian, kurva IS-LM adalah alat analisis yang digunakan untuk menunjukkan kombinasi aggregate output dan tingkat suku bunga.

Seperti juga dalam kebijakan moneter, pengaruh kebijakan fiscal sangat tergantung pada kemiringan kurva IS dan LM.

Keterbatasan Kebijakan Fiskal

Dikarenakan efek bweruntun (multiplier) dari kebijakan public jangka pendek tidak nol (0), kebijakan fiscal ekspansif dapat digunakan untuk meningkatkan PDB riil dan mengurangi tingkat pengangguran pada saat resesi, kebijakan fiscal yang kontraksi dapat digunakan juga jika perekonomian sedang panas untuk mengurangi PDB riil dan menjaga atau memantau inflasi, tetapi penggunaan kebijakan fiscal dibatasi oleh dua hal.

Pertama, lambannya proses legislative yang berarti adalah sulit untuk mengambil tindakan kebijakan fiscal secara cepat, perekonomian mungkin dapat diuntungkan dengan rangsangan fiscal saat ini tetapi akan memakan waktu lama bagi anggota DPR untuk beraksi. Pada saat tindakan tersebut diambil, perekonomian mungkin membutuhkan kebijakan fiscal yang berbeda dari keadaan yang sebelumnya.

Kedua, Tidak selalu mudah untuk mengatakan bahwa PDB riil dibawah atau di atas PDB potensial. Perubahan di dalam permintaan agregat dapat menggerakkan PDB riil jauh dari PDB potensial atau perubahan pada penawaran agregat dapat mengubah PDB riil dan PDB potensial. Kesulitan ini merupakan suatu hal yang serius, seperti telah kita bahas stimulasi fiscal pada kondisi kesempatan kerja penuh mengakibatkan peningkatan pada tingkat harga dan tidak mempunyai dempak jangka  panjang Pada PDB riil.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar