SELAMAT DATANG DI BLOG PRIBADI EARLY RIDHO KISMAWADI & SEMOGA BERMANFAAT, Jangan Lupa Tinggalkan Commentnya

Sabtu, 21 November 2009

Perhitungan Laba dalam Konsep Islam

A. Pendahuluan
Diantara tujuan dagang yang terpenting ialah meraih laba, yang merupakan cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses pemutaran modal dan pengopersiannya dalam aksi-aksi dagang dan moneter. Islam sangat mendorong pendayagunaan harta/modal yang melarang menyimapnnya sehingga tidak habis sdimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan peranannya dalam aktivitas ekonomi.
Di dalam Islam, laba mempunyai pengertian khusus sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf. Hal ini terlihat ketika mereka telah menetapkan dasar-dasar perhitungan laba serta pembagiannya di kalangan mitra usaha. Mereka juga menjelaskan kapan laba itu digabungkan kepada modal pokok untuk tujuan ¬
perhitungan zakat, bahkan mereka juga menetapkan kriteria-kriteria yang jelas untuk menentukan kadar dan nisbah zakat itu, seperti yang terdapat dalam khasanah Islam., yaitu tentang mretode-metode akuntansi penghitungan zakat.
Bab ini khusus memabahas tentang pengertrian laba menurut konsep Islam serta keterkaitannya dengan pertumbuhan, pengahasilan, dan pendapat lainnya. Bab ini juga mencakup kriteria-kriteriayang menjelaskan laba dan kaidah-kaidah penghitungan yang dilengkapi dengan praktik-praktik yang mengkombinasikan antara konsep (teori) dan praktik.
B. Pengertian Laba
1. Arti Laba Secara Bahasa
Dalam bahasa Arab, laba berrti pertumbuhan dalm dagang, seperti terdapat dalam kitab Lisanul-Arab karangna Ibnu manzur: yaitu pertmbuhan dalam dagang. Berkata Azhadi, mak jual beli adalah ribh dan perdagangan adalah rabihah, yaitu laba hasil dagang.
Orang-orang Arab berkata, khath, yaitu ‘saya memberinya laba (untung)’, atau ‘memberikan padanya laba dengan barang-barangnya’. Ia telah memberinya harta muranahah, yaitu harta yang berasal dari keuntungan mereka berdua. Contoh lain, “Sayas telah menjual sesuatu (barang) secara muarabahah dengan ketentuan dari setiap 10 dirham diambil 1 dirham. “Artinya, dengan keuntungan satu dirham berarti 10%. Untuk pembahasan hukum laba ada perincian yang detail dalam buku-buku fiqih tertentu
2. ¬
3. Arti Laba dalam Islam
Di dalam surah al-Baqarah, Allah berfirman,
           
“Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (al-Baqarah)
Ada beberapa penafsiran dari ayat ini, seperti dalam tafsir Al-Qurthubi al-Jamii li Ahkamil-Quran, yaitu pada fiman Allah ïƒ¶ïƒ¶ïŽïƒŸï§ï€¿ï´ï‚ï‚»ï°ï§ïƒï«ï‚ïï°ï´ï‚¿ï€²ïµï‚‘ï´ï€¤ï¹ïŠï³ïƒ¹ï€ . Allah mendasarkan pengertian laba dagang itu kepada kebiasaan orang Arab seperti pada ucapan mereka, hadist “beruntung denganmu”, hadist “ merugi transaksimu”. Kedua ungkapan ini berarti “kamu beruntung dan merugi dalam jual beli kamu”. Adapun dalam tafsir an-Nasafi dikatakan bahwa laba itu ialah kelebihan dari pokok dan perdagangan itu ialah pekerjaan si pedagang. Si pedagang ialah orang yang membeli dan menjual untuk mencari laba. Pada perdagangan hanyalah penyandaran metafora (majasi). Karenanya, arti kalimat ïŽïƒŸï§ï€¿ï´ï‚ï‚»ï°ï§ïƒï«ï‚ïï°ï´ï‚¿ï€²ïµï‚‘ï´ï€¤ï¹ïŠï³ïƒ¹ï€ ialah “perdagangan itu tidak beruntung”. Dengan adanya susunan ”membeli kesesatan dengan kebenaran (petunjuk)” sebagai kiasan (majasi), kemudian langsung diikuti dengan menyebutkan laba dan dagang serta mereka tidak mendapat petunjuk dalam pedagangan mereka, seperti para pedagang yang selalu merasakan keuntungan dan kerugian dalam dagangannya. Jelasnya, tujuan para pedagang ialah menyelamatkan modal pokok dan meraih laba. Sementara iru, orang-orang yang dicontohkan dalam ayat-ayat di atas menyia-nyiakan semua itu, yaitu modal utama mereka ialah al-huda (petunjuk), tetapi ¬
petunjuk itu tidak tersisa pada mereka karena adanya dhalah (penyelewengan) atau (kesesatan) dan tujuan-tujuan duniawi. Jadi, yang dimaksud denganad-dhal ialah orang-orang yang merugi karena orang tersebut tidak dapat menyelamatkan modal utamanya, maka orang seperti ini tidak bisa dikatakan orang yang beruntung.
Di dalam tafsir al-Manar dikatakan bahwa sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) lebih memilih kesesatan (dhalalah) daripada petunjuk (al-huda) demi suatu keuntungan yang mana mereka yakin bisa mendapatkannya dari orang lain. Bentuknya adalah barter antara kedua belah pihak dengan tujuan mendapatkan laba. Inilah makna isytirak (partnerhip) dan syira’ (pembelian) di dalam laba dan membeli. Adapun menyandarkan laba pada perdagangan adalah jelas sekali karena laba itu ialah pertambahan pada hasil dagang. Prses barter ini akan menumbuhkan laba. Karenanya, maksud ayat di atas seolah-olah dikatakan bahwa tidak ada pertambahan dalam perdagangan mereka, atau mereka telah menjual petunjuk dalam perdagangan itu, karena mereka telah menjual petunjuk dan ajaran yang telah diberikan Allah kepada mereka dengan kegelapan taklid. Kesesatan hawa nafsu, serta bid’ah-bid’ah yang telah mengendalikan diri mereka.
Juga, sebagaimana yang terdapat dalam tafsir Ruhul Ma’ani karangan Imam al-Alusi tentang tafsir ayat ini, “Perdagangan itu ialah pengelolaan terhadap modal pokok untuk mencari laba. Laba itu ialah pertmabahan pada modal pokok.
Dari beberap tafsir di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian laba dalam Al-Qur’an berdasarkan ayat-ayat yang telah disebutkan di atas ialah kelebihan pokok atau pertambahan pada modal pokok yang diperoleh dari proses dagang. Jadi, tujuan utama para pedagang ialah melindungi dan menyelamatkan modal pokok dan mendapatkan laba.

4. ¬
5. Arti Laba dalam Sunnah
Ada beberapa hadits yang berkaitan dengan laba, diantaranya’
............................................................

“Seorang mukmin itu bagaikan seorang pedagang; dia tidak akan menerima laba sebelum ia mendapatkan modal pokoknya. Demikian juga, seorang mukmin tidak akan mendapatkan amalan-amalan sunnahnya sebelum ia menerima amalan-amalan wajibnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini, Raslullah mengumpamakan seorang mukmin dengan seorang pedagang, maka seorang pedagang tidak bisa dikatakan beruntungsbelum dia mendapatkan modal pokoknya. Begitu juga halnya seorang mukmin tidak bisa menadapatkan balsan atau pahala dari amalan-amalan sunnahnya kecuali ia telah melengkapi kekuranagan-kekurangan yang tedapat pada amalan fardhunya.
Dari hadits di atas diketahui bahwa laba itu ialah bagian yang berlebih stelah menyempurnakan modal pokok. Pengertian ini sesuai dengan keterangan tentang laba dalam bahasa Arab dalam Al-Qur’an, yaitu pertambahan dari modal pokok.
6. Pengertian Laba Menurut Fuqaha
Para ulam fiqih sangat konsen pada bahasan laba dari segi pengertian dan ukurannya, terutama pada studi yirkah-syirkah (kerja sama), fiqih murabahah (pembagian hasil), dan fiqih zakat. Berikut ini kita akan memaparkan beberapa pendapat ulama dalam bidang muamalah.
Berkata Ibnu Quddamah, “Laba dari harta dagangan ialah pertumbuhan pada modal, yaitu petambahan nilai barang dagang.” Dari pendapat ini bisa dipahami bahwa laba itu ada karena adanya pertmabahan pada nilai harta yang telh ditetpkan untuk dagang.
¬
Berkata Ibnu Al-Arabi, “Setiap mu’awadhah (barter) merupakan perdagangan terhadap apapun bentuk barang penggantinya. Si pelaku barter hanya menginginkan kwalitas barang atau jumlahnya, sedangkan laba adalah kelebihan yang diperoleh oleh sesorang atas nilai pengganti.” Dari statemen ini dipahami bahwa laba ialah hasil dari selisih nilai awal harga pembelian dengan nilai penjualan.
Di dalam muqaddimah Ibnu Khaldun dikatakan, “Perdagangan ialah usaha untuk mewujudkan pertumbuhan atau pertambahan harta denga membeli barang dengan murah kemuidian menjualnya dengan harga mahal. Apapun jenis barangnya, jumlah pertambahan itulah yang disebut laba. Adpaun usaha mendapatkan laba itu ialah dengan menyimpan barang dan menunggu perubahan pasar dari harga murah hingga harga mahal sehingga labanya akan lebih besar atau juga dapat dilakukan dengan membawa barang tersebut ke daerah lainyang dsana bisa djual dengan harga yang lebih mahal dari harga daerah asal, maka labanya akan lebih besar.
Dari beberapa pendapatdi atas apat disimpulkan bahwa laba itu ialah salah satu jenis pertumbuhan, yaitu pertmabahan pada modal pokok yang dikhusukan untuk perdagangan. Dengan kata lain, laba ialah suatu pertambahan pada nilai yang terdapat antara harga beli dan harga jual. Tujtuan si pedagang dalam dagangannya ialah untuk menyelamatkan modal pokok dan mendapatkan laba. Jadi, orang yang tidak mendapatkan modal pokoknya tidak bisa dikatakan berlaba atau beruntung.
7. Pengertian Laba dalam Konsep Islam
Dari pengertian laba secara bahasa atau menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, dan pendapat ulama-ulama fiqih dapat kita simpulkan bahwa laba ialah pertambahan pada modal pokok perdagangan atau dapat juga dikatakan sebagai tambahan nilai yang timbul karena barter atau ekpedisi dagang.

Berikut ini beberapa aturan tentang laba dalam konsep Islam.
• Adanya harta (uang) yang dikhususkan untuk perdagangan
• Mengoperasikan modal tersebut secara interaktif dengan unsur-unsur yang lain lain yang terkait untuk produksi, seperti usaha dan umber-sumber alam.
• Memposisikan harta sebagai obyek dalam pemutarannya karena adanya kemungkinan-kemungkinan pertmabahan atau pengurangan jumlahnya
• Selamatnya modal pokok yang berati modal bisa sikembalikan.

3 komentar: