Kerangka
Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)
Tujuan Kerangka Dasar
Kerangka dasar
ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan
bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah
yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sector
public maupun sector swasta. Tujuan Kerangka Dasar ini adalah untuk digunakan
sebagai acuan bagi :
1.
Penyusun
standar akuntansi syariah, dalam pelaksanaan tugasnya.
2.
Penyusun
laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum
diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
3.
Auditor,
dalam mem berikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusum sesuai
dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum
4.
Para
pemakai laporan keuangan, Dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah
Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi
syariah didasarkan pada paradigm dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh tuhan
sebagai amanah dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk
mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual. Substansinya
adalah bahwa setiap aktivitas manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah
yang menempatkan perangkat syariah dan
akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha.
Dengan cara ini akan terbentuk karakter tata kelolah yang baik (good
governance).
Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip :
1.
Persaudaraan
(ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai
kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapat
keuntungan di atas kerugian orang lain.
2.
Keadilan
(‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan
sesuai pada posisinya.
3.
Kemaslahatan
(maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi
dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
4.
Keseimbangan
( tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara
aspek privat dan public, antara sector keuangan dan rill, antara bisnis dan
social, serta antara aspek pemanfaatan serta pelestarian.
Karakteristik Transaksi Syariah
Implementasi
transaksi yang sesuai dengan paradigm dan asas transaksi syariah harus memenuhi
karakteristik dan persyaratan antara lain :
1.
Transaksi
hanya dilakukan dengan prinsip saling paham dan saling rida
2.
Prinsip
kebebasn bentransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
3.
Uang
hanya sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai , bukan sebagai komoditas
4.
Tidak
mengandung unsure riba, kezaliman, gharar, haram.
5.
tidak
menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money).
6.
Transaksi
yang dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta
keuntunga n untuk semua pihak
7.
Tidak
ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan dan rekayasa penawaran
8.
Tidak
mengandung unsure kolusi dengan suap – menyuap.
Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan utama
laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi, menyangkut posisi keuangan
suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, tujan
lainnya adalah :
1.
Meningkatkan
kepatuhan terhadap prisip syariah
2.
Informasi
kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah
3.
Informasi
untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap
amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang
layak.
4.
Informasi
tentang tingkat keuntungan investasi
yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer ; dan informasi
mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi social entitas syariah
termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas :
1.
Posisi
keuangan entitas syariah disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan
informasi tentang sumberdaya yang dikendalikan, stuktur keuangan, likuiditas
dan solvabilita serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Laporan ini berguna untuk memprediksi kemampuan perusahaan dimasa yang akan
dating.
2.
Informasi
kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang munkin
dikendalikan di masa depan
3.
Informasi
perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan
devinisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, asset likuit
atau kas
4.
Informasi
lain seperti, laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi social entitas
syariah.
5.
Catatan
dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relefan
termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi
entitas.
Asumsi Dasar
Dasar akrual
Laporan
keuangan disajikan atas dasar actual, maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan
peristiwa yang alain diakui pada saat kejadian dan diungkapkan dalam cacatan
akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang
bersangkutan.
Laporan
keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai
tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas
tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang
merepsesentasikan kas yang akan diterima di masa depan
Namun dalam
penghitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil usaha menggunakan dasar kas.
Hal ini disebabkan bahwa prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil,
pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah keuntungan bruto
Laporan
keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah
yang akan melanjutkan usahanya dimasa depan. Oleh karena itu, entitas syariah
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi
secara material skala usahanya.
Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteris
kualitatif merupakan cirri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan
berguna bagi pemakai terdapat. Empat Karakteris kualitatif pokok yaitu :
1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasiyang ditampung dalam laporan keuangan
adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai.
2. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk ,memenuhi
kebutuhan pemakai dalam proses
pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat
memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi
peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa depan, serta menegaskan atau
mengoreksi hasil evaluasi di masa lalu.
3. Keandalan
Andal diartikan
sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat
diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajiakan.
4. Dapat dibandingkan
Pemakai harus membandingkan laporan keuangan entitas syariah antar
periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan. Agar
dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan kuntansi yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan dan perubahn kebijakan serta pengaruh
perubahantersebut juga harus diungkapkan termasuk ketaatan atas standar
akuntansi yang berlaku.
Akuntansi dan
Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) adalah
organisai internasional Islam non-badan hukum nirlaba yang menyiapkan standar
akuntansi, audit, pemerintahan, etika dan standar Syariat Islam lembaga
keuangan dan industri. Program kualifikasi profesional (terutama CIPA,
Penasihat syariat dan Auditor "CSAA", dan program kepatuhan
perusahaan) yang disajika oleh AAOIFI dalam upaya untuk meningkatkan sumber
daya manusia industri dasar dan struktur pemerintahan.
AAOIFI didirikan
sesuai dengan Perjanjian Asosiasi yang ditandatangani oleh lembaga-lembaga
keuangan Islam pada 1 Safar, 1410H berkorespondensi dengan 26 Februari 1990 di
Aljazair. Kemudian terdaftar pada tanggal 27 Maret 1991 di Negara Bagian
Bahrain.
Tujuan dari AAOIFI adalah:
1.
Untuk
mengembangkan pemikiran akuntansi dan audit yang relevan dengan lembaga-lembaga
keuangan Islam.
2.
Untuk
menyebarluaskan pikiran akuntansi dan audit yang relevan dengan lembaga-lembaga
keuangan Islam dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan surat
kabar berkala, melaksanakan penelitian dan sarana lainnya;
3.
Untuk
menyiapkan, menyebarkan dan menafsirkan standar akuntansi dan audit untuk
lembaga keuangan Islam.
4.
Untuk
meninjau dan mengubah standar akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan Islam.
AAOIFI telah berhasil menyusun beberapa hal,
yakni :
1.
Tujuan
dan konsep akuntansi keuangan untuk lembaga keuangan
2.
Standar
akuntansi untuk lembaga keuangan khususnya bank
3.
Tujuan
dan standar auditing untuk lembaga keuangan
4.
Kode
etik untuk akuntan dan auditor lembaga keuangan
Adalah suatu
badan otonon islam internasional nirlaba yang menyediakan standard accounting ,
auditing , governance serta syariah bagi lembaga keuangan islam. AAOIFI
dibentuk berdasarkan kesepakatan yang ditanda tangani oleh lembaga-lembaga
keuangan islam (Islamic financial institution) pada 1 Safar 1410 H (26 Februari
1990) di Aljazair dan terdaftar pada Negara Bahrain tanggal 11 Ramadhan 1411 H
(27 Maret 1991). Lembaga ini bertanggung jawab untuk menyusun dan menerbitkan
standar internasional, AAOIFI telah menerbitkan 68 standar yang terdiri dari:
25 standar akuntansi, 5 standar auditing, 5 standar governance (termasuk
supervisi syariah), 2 kode etik dan 30 standar syariah (aturan pengaplikasian syariah. AAOIFI juga
mengembangkan standar baru dan mereview standar yang ada. Mengembangkan
accounting, auditing, governance serta etika yang berkaitan dengan kegiatan lembaga keuangan
islam dengan mempertimbangkan praktik
dan standar internasional yang sesuai dengan hukum-hukum syariah
1.
Menyebarluaskan
accounting, auditing, governance serta etika yang berkaitan dengan kegiatan lembaga keuangan
islam serta praktik-praktiknya melalui pelatihan/seminar, publikasi berkala,
penyiapan laporan serta sarana lainnya.
2.
Harmonisasi
kebijakan accounting dan prosedur yang diadopsi oleh lembaga-lembaga keuangan
islam melalui penyiapan dan penerbitan standard yang diinterprestasikan secara
sama oleh lembaga-lembaga tersebut
3.
Meningkatkan
kualitas dan uniformitas terhadap praktik-praktik auditing dan governance
berkaitan denga kegiatan lembaga keuangan islam melalui penyiapan dan penerbitan standard auditing
dan governance yang diiterprestasikan secara sama oleh lembaga lembaga
tersebut. Meningkatkan praktik-praktik
etika yang baik terkait dengan lembaga-le mbaga keuangan islam melalui
penyiapan dan penerbitan code of ethic bagi
institusi -institusi tersebut.
4.
Mengusahakan
kesamaan dan kesesuaian - sejauh mungkin- terhadap konsep dan aplikasi diantara
badan badan “Supervisor Syariah” pada lembaga keuangan syariah untuk
menghindari kontradiksi dan inkonsistensi antara fatwa dan pelaksanaan oleh
lembaga-lembaga dengan suatu harapan agar badan badan “Supervisor Syariah” dari lembaga
– lembaga keuangan syariah serta sentral
bank lebih berperan aktif melalui penyiapan , penerbitan dan interprestasi
terhadap standard-standard serta hukum-hukum syariah untuk investasi
(investment) , pembiayaan (financing) serta asuransi.
5.
Melakukan
pendekatan kepada badan-badan pembuat kebijakan/keputusan , lembaga-lembaga
keuangan islam, serta lembaga keuangan lainnya yang menawarkan jasa-jasa
keuangan islam, firma-firma accounting dan auditing untuk mengimplementasikan
standar sesuai denga pedoman dan standar yang diterbitkan oleh AAOIFI
Perkembangan
Standar Akuntansi Syariah
Standar
akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting
untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat
diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu
menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu,
pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak
diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait
hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di
Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam
hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat
dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada
tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam
pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak
sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun
1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip
dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian,
tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI
melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya
dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan
ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada
tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan
kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.”
Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan
standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam
perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi,
kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial
Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai
konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke
depan.
Dalam
perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara
berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar
baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada
tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004,
dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007”
ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan
KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang
ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk
dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya
terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal
bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan
dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974
dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan
mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama
empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan
personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI
tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi
Keuangan (Komite SAK).
Kemudian,
pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK
diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan
otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah
dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi
Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober
2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan
perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK
yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang
mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan
pengembangan SAK di Indonesia.
Akuntansi
Syariah, AAOIFI dan IFRS
Perbedaan
pendapat tentang bagaimana untuk memperhitungkan transaksi keuangan akuntansi
syariah dan pro kontra standarisasi akuntansi syariah yang muncul akibat
konvergensi IFRS merupakan sebuah pembelajaran yang penting dalam pengembangan
teori akuntansi syariah yang ada saat ini, terutama di Indonesia. Penyatuan dua
prinsip yang berbeda tidak akan menyelesaikan masalah di antara kedua teori
akuntansi yang berbeda, maka penyesuaian merupakan salah satu strategi untuk
menghadapi konvergensi IFRS di Indonesia ini. Apabila memang sebuah konsep
tidak sesuai dengan IFRS sebaiknya jangan dipaksakan untuk digunakan dan
apabila dapat digunakan maka pergunakanlah sebaik mungkin. Tantangan untuk para
pembuat standar dan pihak yang berkepentingan adalah untuk meningkatkan
komparabilitas lintas batas transaksi keuangan syariah, sementara memperhatikan
sensitivitas agama dan bukannya memaksakan standar IFRS yang ada untuk
digunakan. Meskipun IFRS merupakan standar yang diterima secara internasional,
namun adanya kenyataan bahwa terdapat beberapa prinsip IFRS yang tak dapat diaplikasikan
dengan interpretasi syariah, serta bahwa kerangka kerja pelaporan keuangan yang
terpisah untuk transaksi keuangan syariah dibenarkan untuk dilakukan.
Isu-isu
penting yang telah dibahas di atas menunjukkan bahwa prinsip akuntansi syariah
dan akuntansi konvensional berbeda. IFRS yang merupakan standar internasional
yang mengacu pada akuntansi konvensional nampaknya ada beberapa bagian yang
tidak cocok dengan prinsip akuntansi syariah ini.
Menurut
Muhamad (2005) pada tataran praktis akuntansi syariah adalah akuntansi yang
berorientasi sosial dan pertanggungjawaban, sebab akuntansi syariah dapat menyajikan
atau mengungkap dampak sosial perusahaan terhadap masyarakat dan sekaligus
menyajikan laporan pertanggungjawaban yang bersifat humanis, emansipatoris,
transendental dan teologikal. Oleh karena itu, konsep dasar akuntansi syariah
adalah bersifat zakat dan amanah. Akuntansi syariah adalah ilmu dan teknologi
universal yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan perubahan yang terjadi di
dalam lingkungannya, baik sosial, ekonomi, politik, peraturan perundangan,
kultur, persepsi dan nilai (masyarakat) tempat akuntansi syariah diterapkan.
Akuntansi syariah adalah akuntansi yang dikembangkan bukan hanya dengan
cara tambal sulam terhadap akuntansi konvensional, akan tetapi, merupakan
pengembangan filosofis terhadap nilai-nilai Islam yang diturunkan ke dalam
pemikiran teoritis dan teknis akuntansi. Berdasarkan hasil tersebut maka bisa
dikatakan bahwa konvergensi IFRS terhadap standar akuntansi syariah yang dilakukan
di Indonesia tidak akan bisa sempurna seratus persen. AAOIF dalam hal ini telah
memformulasikan alternatif standar akuntansi syariah ini berkaitan dengan
konvergensi IFRS ini. AAOIFI dalam formulasinya menyatakan bahwa ketika IFRS
tidak bisa diadopsi secara keseluruhan oleh IFI, ketika IASB tidak memiliki
IFRS untuk menutupi praktek perbankan syariah dan praktek keuangan syariah, dan
ketika IFRS tidak dapat diadopsi maka AAOIFI tidak akan mengembangkan standar
atau berkembang dan mengadopsi IFRS. Menurut Khairul Nizam, direktur
pengembangan teknis di AAOIFI (dalam Ibrahim, 2009) bahwa kesenjangan dan
perbedaan ada dan akan terus ada di antara kedua standar, karena kesenjangan
dan perbedaan adalah hasil alami dari struktural tujuan yang berbeda dari IASB
dan AAOIFI. IAI sendiri dalam hal ini juga mengacu pada AAOIFI dalam menanggapi
permasalahan konvergensi IFRS ini. IFRS yang ada tidak bisa dipaksakan untuk akuntansi
syariah yang memiliki prinsip yang berbeda, seperti yang dikatakan oleh Ibrahim
(2009) dalam pendahuluan papernya yaitu “one size doesn’t fit all!”