Oleh: Dr U Maman Kh, M.Si (Direktur Pusbangsitek UIN Jakarta)
Dalam tulisan sebelumnya “Syariah Islam di Bumi Nusantara (1)“,
telah menunjukkan bahwa ada hubungan pengaruh dan struktural antara
pemerintahan Islam di Turki Utsmani dengan beberapa kerajaan di
Nusantara. Nah, pada tulisan kali ini, ada beberapa bukti lain yang
memperkuat bahwa kehidupan Islam di Nusantara bukanlah hal yang asing
atau malah tidak sesuai dengan tradisi nenek moyang Indonesia.
Membebaskan Malaka dan Menaklukan Daerah Batak
Sebagaimana disebutkan
dalam berbagai buku sejarah, Semenanjung Malaka diduduki Portugis pada
Abad ke-16. Ternyata hal ini juga menjadi perhatian Turki Utsmani.
Pada tahun 925/1519, Portugis di Malaka
digemparkan oleh kabar tentang pelepasan armada Utsmani untuk
membebaskan Muslim Malaka dari penjajahan kafir. Kabar ini, tentunya,
sangat menggembirakan kaum Muslim setempat.
Pasukan Turki terdiri dari 160 orang, ditambah 200 orang tentara dari
Malabar. Mereka membentuk kelompok elit angkatan bersenjata Aceh.
Selanjutnya al-Qahhar dikirim untuk menaklukkan wilayah Batak di
pedalaman Sumatera pada tahun 946/1539. Ketika Sultan Alauddin Riayat
Syah al-Qahhar naik tahta Aceh pada tahun 943/1537, ia kelihatan
menyadari kebutuhan Aceh untuk meminta bantuan militer kepada Turki,
bukan hanya untuk mengusir Portugis di Malaka, tetapi juga untuk
melakukan futûhât ke wilayah-wilayah yang lain, khususnya daerah
pedalaman Sumatera, seperti daerah Batak. Al-Qahhar menggunakan pasukan
Turki, Arab, dan Abesinia.Mendez Pinto, yang mengamati perang antara pasukan Aceh dan Batak, melaporkan kembalinya armada Aceh di bawah komando seorang Turki bernama Hamid Khan, keponakan Pasya Utsmani di Kairo.
Seorang sejarahwan Universitas Kebangsaan Malaysia, Lukman Thaib, mengakui adanya bantuan Turki Utsmani untuk melakukan futûhât terhadap wilayah sekitar Aceh. Menurut Thaib, hal ini merupakan ekspresi solidaritas umat Islam yang memungkinkan bagi Turki melakukan serangan langsung terhadap wilayah sekitar Aceh.
Demikianlah, hubungan Aceh dengan Turki sangat dekat. Aceh seakan-akan merupakan bagian dari wilayah Turki. Persoalan umat Islam Aceh dianggap Turki sebagai persoalan dalam negeri yang harus segera diselesaikan.
Pada Juni 1562, utusan Aceh tersebut tiba di Istambul untuk meminta bantuan militer Utsmani guna menghadapi Portugis. Ketika duta itu berhasil lolos dari serangan Portugis dan sampai di Istambul, ia berhasil mendapat bantuan Turki, yang menolong Aceh membangkitkan kebesaran militernya sehingga memadai untuk menaklukkan Aru dan Johor pada 973/1564.Nuruddin ar-Raniri, dalam Bustân as-Salâthîn, meriwayatkan, bahwa Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar mengirim utusan ke Istambul untuk menghadap ‘Sultan Rum’. Utusan ini bernama Husain Effendi yang fasih berbahasa Arab. Ia datang ke Turki setelah menunaikan ibadah haji.
Khalifah dan Gubernurnya di Aceh
Dalam kaitan dengan utusan Aceh tersebut, Farooqi menemukan sebuah arsip Utsmani yang berisi sebuah petisi dari Sultan Alauddin Riayat Syah kepada Sultan Sulaiman al-Qanuni yang dibawa Husain Effendi. Dalam surat ini Aceh mengakui penguasa Utsmani sebagai khalifah Islam. Selain itu, surat ini melaporkan tentang aktivitas militer Portugis yang menimbulkan masalah besar terhadap para pedagang Muslim dan jamaah haji dalam perjalanan ke Makkah. Karena itu, bantuan Utsmani sangat mendesak untuk